Sabtu, 26 Desember 2009

Pengertian Bahasa

Bahasa adalah penggunaan kode yang merupakan gabungan fonem sehingga membentuk kata dengan aturan sintaks untuk membentuk kalimat yang memiliki arti. Bahasa memiliki berbagai definisi. Definisi bahasa adalah sebagai berikut:
1. satu sistem untuk mewakili benda, tindakan, gagasan dan keadaan.
2. satu peralatan yang digunakan untuk menyampaikan konsep riil mereka ke dalam pikiran orang lain
3. satu kesatuan sistem makna
4. satu kode yang yang digunakan oleh pakar linguistik untuk membedakan antara bentuk dan makna.
5. satu ucapan yang menepati tata bahasa yang telah ditetapkan (contoh :- Perkataan, kalimat, dan lain lain.)
6. satu sistem tuturan yang akan dapat dipahami oleh masyarakat linguistik.

Bahasa erat kaitannya dengan kognisi pada manusia, dinyatakan bahwa bahasa adalah fungsi kognisi tertinggi dan tidak dimiliki oleh hewan[1] Ilmu yang mengkaji bahasa ini disebut sebagai linguistik, atau pakar bahasa.
Menetapkan perbedaan utama antara bahasa manusia satu dan yang lainnya sering amat sukar. Chomsky (1986) membuktikan bahwa sebagian dialek Jerman hampir serupa dengan bahasa Belanda dan tidaklah terlalu berbeda sehingga tidak mudah dikenali sebagai bahasa lain, khususnya Jerman.

Unsur dasar bahasa
• Fonem
yaitu unsur terkecil dari bunyi ucapan yang bisa digunakan untuk membedakan arti dari satu kata. Contohnya kata ular dan ulas memiliki arti yang berbeda karena perbedaan pada fonem /er/ dan /es/. Setiap bahasa memiliki jumlah dan jenis fonem yang berbeda-beda. Misalnya bahasa Jepang tidak mengenal fonem /la/ sehingga perkataan yang menggunakan fonem /la/ diganti dengan fonem /ra/.
• Morfem
yaitu unsur terkecil dari pembentukan kata dan disesuaikan dengan aturan suatu bahasa. Pada bahasa Indonesia morfem dapat berbentuk imbuhan. Misalnya kata praduga memiliki dua morfem yaitu /pra/ dan /duga/. Kata duga merupakan kata dasar penambahan morfem /pra/ menyebabkan perubahan arti pada kata duga.
• Sintaks
yaitu penggabungan kata menjadi kalimat berdasarkan aturan sistematis yang berlaku pada bahasa tertentu. Dalam bahasa Indonesia terdapat aturan SPO atau subjek-predikat-objek. Aturan ini berbeda pada bahasa yang berbeda, misalnya pada bahasa Belanda dan Jerman aturan pembuatan kalimat adalah kata kerja selalu menjadi kata kedua dalam setiap kalimat. Hal ini berbeda dengan bahasa Inggris yang memperbolehkan kata kerja diletakan bukan pada urutan kedua dalam suatu kalimat.
• Semantik
mempelajari arti dan makna dari suatu bahasa yang dibentuk dalam suatu kalimat.
• Diskurs


Definisi/Pengertian Bahasa, Ragam dan Fungsi Bahasa - Pelajaran Bahasa Indonesia

Bahasa dibentuk oleh kaidah aturan serta pola yang tidak boleh dilanggar agar tidak menyebabkan gangguan pada komunikasi yang terjadi. Kaidah, aturan dan pola-pola yang dibentuk mencakup tata bunyi, tata bentuk dan tata kalimat. Agar komunikasi yang dilakukan berjalan lancar dengan baik, penerima dan pengirim bahasa harus harus menguasai bahasanya.

Bahasa adalah suatu sistem dari lambang bunyi arbitrer yang dihasilkan oleh alat ucap manusia dan dipakai oleh masyarakat komunikasi, kerja sama dan identifikasi diri. Bahasa lisan merupakan bahasa primer, sedangkan bahasa tulisan adalah bahasa sekunder. Arbitrer yaitu tidak adanya hubungan antara lambang bunyi dengan bendanya.

Fungsi Bahasa Dalam Masyarakat :
1. Alat untuk berkomunikasi dengan sesama manusia.
2. Alat untuk bekerja sama dengan sesama manusia.
3. Alat untuk mengidentifikasi diri.

Macam-Macam dan Jenis-Jenis Ragam / Keragaman Bahasa :
1. Ragam bahasa pada bidang tertentu seperti bahasa istilah hukum, bahasa sains, bahasa jurnalistik, dsb.
2. Ragam bahasa pada perorangan atau idiolek seperti gaya bahasa mantan presiden Soeharto, gaya bahasa benyamin s, dan lain sebagainya.
3. Ragam bahasa pada kelompok anggota masyarakat suatu wilayah atau dialek seperti dialek bahasa madura, dialek bahasa medan, dialek bahasa sunda, dialek bahasa bali, dialek bahasa jawa, dan lain sebagainya.
4. Ragam bahasa pada kelompok anggota masyarakat suatu golongan sosial seperti ragam bahasa orang akademisi beda dengan ragam bahasa orang-orang jalanan.
5. Ragam bahasa pada bentuk bahasa seperti bahasa lisan dan bahasa tulisan.
6. Ragam bahasa pada suatu situasi seperti ragam bahasa formal (baku) dan informal (tidak baku).

Bahasa lisan lebih ekspresif di mana mimik, intonasi, dan gerakan tubuh dapat bercampur menjadi satu untuk mendukung komunikasi yang dilakukan. Lidah setajam pisau / silet oleh karena itu sebaiknya dalam berkata-kata sebaiknya tidak sembarangan dan menghargai serta menghormati lawan bicara / target komunikasi.

Bahasa isyarat atau gesture atau bahasa tubuh adalah salah satu cara bekomunikasi melalui gerakan-gerakan tubuh. Bahasa isyarat akan lebih digunakan permanen oleh penyandang cacat bisu tuli karena mereka memiliki bahasa sendiri. Bahasa isyarat akan dibahas pada artikel lain di situs organisasi.org ini. Selamat membaca.

Definisi Bahasa

1.Bahasa adalah sistem simbol vokal yang arbitrer yang memungkinkan semua orang dalam suatu kebudayaan tertentu, atau orang lain yang mempelajari sistem kebudayaan itu, berkomunikasi atau berinteraksi (Finocchiaro, 1964 :

Sumber : Oka, I Gusti Ngurah dan Suparno. 1994. Linguistik Umum. Jakarta: Dirjen Dikti Depdiknas
Bahasa adalah alat komunikasi yang sangat vital bagi manusia. Sebagai alat komunikasi, bahasa dipakai untuk menghubungkan perbedaan, persamaan serta berbagai dialektika perabadan dari zaman kuno hingga sekarang. Tanpa bahasa seolah-olah dunia ini terasa gelap gulita. Bahasa timbul dari kesewenang-wenangan suatu kelompok masyarakat dimana mereka menyetujui akan bahasa yang timbul tersebut.

Bahasa sebagai alat untuk mengungkapkan arti atau makna tentu memiliki ragam bentuknya. Di dunia ini terdapat beribu-ribu bahasa yang berbeda, namun arti atau makna yang mereka ungkap sesungguhnya sama. Untuk menemukan agar arti atau makna itu sama, kewajiban filsafat yaitu memberikan kerangka analisis agar persamaan artinya dapat dipertemukan. Tugas utama filsafat itu memang untuk memecahkan problema yang muncul dalam bahasa.

Kemampuan berbahasa sebagai karunia Tuhan kepada manusia harus mencerminkan karakter dan sifat yang utuh, lugas dan berbobot. Bahasa sebagai cara mengutarakan makna harus mudah dimengerti dan tidak menimbulkan ragam tafsiran. Sebab tak jarang, karena bahasa orang bisa saling konflik dan bunuh-membunuh serta menimbulkan perpecahan antarindividu, keluarga, maupun masyarakat.

Dengan demikian, bahasa tidak saja sebagai alat komunikasi untuk mengantarkan proses hubungan antarmanusia, melainkan mampu mengubah seluruh tatanan kehidupan manusia. Artinya, bahasa merupakan salah satu aspek terpenting dari kehidupan manusia. Sekelompok manusia atau bangsa tidak bisa bertahan jika dalam bangsa tersebut tidak ada bahasa.

2. Bahasa adalah sistem lambang bunyi yang arbitrer, yang digunakan oleh para anggota suatu masyarakat untuk bekerja sama, berinteraksi, dan mengidentifikasi diri; percakapan (perkataan) yang baik, tingkah laku yang baik, sopan santun.

Sumber : S.S, Daryanto. 1997. Kamus Besar Indonesia Lengkap. Surabaya: Apollo
Bahasa adalah aspek penting interaksi manusia. Dengan bahasa, (baik itu bahasa lisan, tulisan maupun isyarat) orang akan melakukan suatu komunikasi dan kontrak sosial. Bahasa juga dipandang sebagai cermin kepribadian seseorang karena bahasa diterjemahkan sebagai refleksi rasa, pikiran dan tingkah laku. Adakalanya seorang yang pandai dan penuh dengan ide-ide cemerlang harus terhenti hanya karena dia tidak bisa menyampaikan idenya dalam bahasa yang baik. Oleh karena itu seluruh ide, usulan, dan semua hasil karya pikiran tidak akan diketahui dan dievaluasi orang lain bila tidak dituangkannya dalam bahasa yang baik. Bahasa bisa dianggap sebagai cermin zamannya artinya bahwa bahasa di dalam suatu masa tertentu mewadahi apa yang terjadi dalam masyarakat. Sebagai salah satu bagian budaya, bahasa memegang peranan penting dalam pembicaraan bisnis antar bangsa. Dalam kerangka lintas budaya (cross culture),bahasa Inggris yang dipakai sebagai bahasa internasional, kemudian menjadi unik karena tiap bangsa mempunyai latar belakang budaya yang berbeda, yang tentu saja mempengaruhi dialek, pengucapan tata bahasa dan tingkah laku yang berbeda pula.


3. Bahasa adalah suatu sistem bunyi ujaran yang tersusun dari lambang-lambang mana suka yang bersifat unik dan khas yang dibangun dari kebiasaan-kebiasaan masyarakat dan berhubungan erat dengan budaya tempatnya berada. (Anderson, 1972: 35-6)

Sumber : Tarigan, H.G. 1987. Pengajaran Wacana. Bandung: Angkasa
Bahasa merupakan sarana dan pencerminan keterikatan sosial dan kesatuan bangsa. Bahasa adalah komunikasi budaya yang penting karena menjelaskan kebudayaan pemakai bahasa tersebut dan membudayakannya sendiri melalui penggunaannya. Apapun tradisi, apapun kreasi, apapun hasil kebudayaan yang kita miliki, dapat segera punah dan berganti, kecuali satu yaitu bahasa. Bahasa memiliki durasi yang jauh lebih panjang bila dibandingkan dengan produk-produk peradaban lainnya. Dengan bahasalah, suatu bangsa menitipkan seluruh harapan, obsesi/mimpi, kenyataan, ketakutan, maupun protes-protesnya dalam kehidupan sehingga bahasa menjadi vital dalam hidup kita bahkan kini menjadi senjata karena kita dapat menentukan bahkan menguasai seseorang atau sebuah bangsa, hanya dengan berkomunikasi melalui bahasa. Melalui bahasa, manusia menyatakan identitas dan pengertiannya terhadap lingkungan serta menggunakannya sebagai alat pengolahan masalah dalam mengambil keputusan dan untuk mempengaruhi orang lain.

4. Bahasa adalah alat komunikasi antara anggota masyarakat yang berupa lambang bunyi suara yang dihasilkan oleh alat ucap manusia.
Sumber : Keraf, Gorys. 1987. Bahasa Indonesia Tinjauan Sejarahnya dan Pemakaian Kalimat yang Baik dan Benar)

Dalam hidup ini adalah kenyataan bahwa manusia mempergunakan bahasa sebagai sarana komunikasi. Bahasa adalah milik manusia. Bahasa adalah salah satu ciri pembeda utama umat manusia dengan makhluk hidup lainnya. Bahasa dihasilkan oleh alat ucap manusia yang berupa lambang bunyi suara yang mana dengannya suatu anggota masyarakat dapat bertukar pikiran, ide dan bekerja sama.


5. Bahasa adalah sistem lambang bunyi yang dipakai oleh suatu masyarakat untuk berinteraksi
Sumber : Pusat Bahasa Depdiknas. 2005. Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jakarta: Balai Pustaka)

Interaksi adalah perhatian timbal balik antara dua orang (atau lebih) terhadap satu dengan lainnya atau terhadap suatu obyek atau orang ketiga. Mitra-mitra dalam interaksi ini memfokuskan perhatiannya pada sasaran yang sama (satu sama lainnya atau orang ketiga atau suatu obyek tertentu). Perhatian timbal balik ini sering kali direspon dengan isyarat, ujaran atau tindakan. Gerak isyarat dan ujaran ini setelah beberapa lama akan berkembang menjadi suatu dialog, percakapan, permainan bergiliran atau pertukaran antara berbicara dan mendengarkan. Ini dapat pula digambarkan sebagai inisiatif yang diambil dan reaksi yang diberikan oleh masing-masing mitra. Ini akan berkembang menjadi saling pengertian dan akhirnya ikatan kasih sayang.

Pengalaman aksi dan reaksi ini akan mengembangkan kompentensi untuk memberikan perhatian, yang mencakup kemampuan untuk mengamati dan mendengarkan, dan merespon. Pengalaman-pengalaman ini lambat laun akan berkembang menjadi empati. (Empati adalah kemampuan untuk menempatkan diri pada situasi atau perasaan atau hakikat pemahaman orang lain).

Komunikasi artinya pertama-tama adalah berbagi. Kita berbagi dan saling bertukar minat, perasaan, pikiran, pendapat atau informasi dengan media rangkaian kode-kode, yang terbentuk sebagai sinyal dan simbol-simbol, yang dapat dimengerti dan dipergunakan oleh semua mitra komunikasi itu. Akan tetapi, kode-kode saja tidak cukup untuk mengembangkan komunikasi. Komunikasi adalah proses yang kompleks di dalam dan di antara dua mitra (atau lebih). Beberapa langkah yang terlibat dibangun selama proses interaksi berbagai kemampuan seperti kemampuan untuk memberikan perhatian, menatap dan/atau mendengarkan, termotivasi dan mampu menafsirkan apa yang difahami, dan termotivasi untuk merespon. Kemampuan-kemampuan ini mulai berkembang selama proses-proses interaksi dan sebelum kode-kode disepakati bersama.

http://robiah.blogmalhikdua.com/2008/12/21/definisi-bahasa






RAGAM BAHASA

A. Ragam bahasa berdasarkan media/sarana
Ragam bahasa Lisan
Ragam bahasa lisan adalah bahan yang dihasilkan alat ucap (organ of speech) dengan fonem sebagai unsur dasar. Dalam ragam lisan, kita berurusan dengan tata bahasa, kosakata, dan lafal. Dalam ragam bahasa lisan ini, pembicara dapat memanfaatkan tinggi rendah suara atau tekanan, air muka, gerak tangan atau isyarat untuk mengungkapkan ide.
Ragam bahasa tulis
Ragam bahasa tulis adalah bahasa yang dihasilkan dengan memanfaatkan tulisan dengan huruf sebagai unsur dasarnya. Dalam ragam tulis, kita berurusan dengan tata cara penulisan (ejaan) di samping aspek tata bahasa dan kosa kata. Dengan kata lain dalam ragam bahasa tulis, kita dituntut adanya kelengkapan unsur tata bahasa seperti bentuk kata ataupun susunan kalimat, ketepatan pilihan kata, kebenaran penggunaan ejaan, dan penggunaan tanda baca dalam mengungkapkan ide.

Contoh
Ragam bahasa lisan Ragam bahasa tulis
1. Putri bilang kita harus pulang 1. Putri mengatakan bahwa kita harus pulang
2. Ayah lagi baca koran 2. Ayah sedang membaca koran
3. Saya tinggal di Bogor 3. Saya bertempat tinggal di Bogor

B. Ragam Bahasa Berdasarkan Penutur
Ragam bahasa berdasarkan daerah disebut ragam daerah (logat/dialek). Luasnya pemakaian bahasa dapat menimbulkan perbedaan pemakaian bahasa. Bahasa Indonesia yang digunakan oleh orang yang tinggal di Jakarta berbeda dengan bahasa Indonesia yang digunakan di Jawa Tengah, Bali, Jayapura, dan Tapanuli. Masing-masing memilikiciri khas yang berbeda-beda. Misalnya logat bahasa Indonesia orang Jawa Tengah tampak padapelafalan/b/pada posisiawal saat melafalkan nama-nama kota seperti Bogor, Bandung, Banyuwangi, dll. Logat bahasa Indonesia orang Bali tampak pada pelafalan /t/ seperti pada kata ithu, kitha, canthik, dll.
Ragam bahasa berdasarkan pendidikan penutur. Bahasa Indonesia yang digunakan oleh kelompok penutur yang berpendidikan berbeda dengan yang tidak berpendidikan, terutama dalam pelafalan kata yang berasal dari bahasa asing, misalnya fitnah, kompleks,vitamin, video, film, fakultas. Penutur yang tidak berpendidikan mungkin akan mengucapkan pitnah, komplek, pitamin, pideo, pilm, pakultas. Perbedaan ini juga terjadi dalam bidang tata bahasa, misalnya mbawa seharusnya membawa, nyari seharusnya mencari. Selain itu bentuk kata dalam kalimat pun sering menanggalkan awalan yang seharusnya dipakai.
contoh:
1) Ira mau nulis surat à Ira mau menulis surat
2) Saya akan ceritakan tentang Kancil à Saya akan menceritakan tentang Kancil.
Ragam bahasa berdasarkan sikap penutur. Ragam bahasa dipengaruhi juga oleh setiap penutur terhadap kawan bicara (jika lisan) atau sikap penulis terhadap pembawa (jika dituliskan) sikap itu antara lain resmi, akrab, dan santai. Kedudukan kawan bicara atau pembaca terhadap penutur atau penulis juga mempengaruhi sikap tersebut. Misalnya, kita dapat mengamati bahasa seorang bawahan atau petugas ketika melapor kepada atasannya. Jika terdapat jarak antara penutur dan kawan bicara atau penulis dan pembaca, akan digunakan ragam bahasa resmi atau bahasa baku. Makin formal jarak penutur dan kawan bicara akan makin resmi dan makin tinggi tingkat kebakuan bahasa yang digunakan. Sebaliknya, makin rendah tingkat keformalannya, makin rendah pula tingkat kebakuan bahasa yang digunakan.
Bahasa baku merupakan ragam bahasa yang dipakai dalam situasi resmi/formal, baik lisan maupun tulisan.
Bahasa baku dipakai dalam :
a. pembicaraan di muka umum, misalnya pidato kenegaraan, seminar, rapat dinas memberikan kuliah/pelajaran;
b. pembicaraan dengan orang yang dihormati, misalnya dengan atasan, dengan guru/dosen, dengan pejabat;
c. komunikasi resmi, misalnya surat dinas, surat lamaran pekerjaan, undang-undang;
d. wacana teknis, misalnya laporan penelitian, makalah, tesis, disertasi.

Segi kebahasaan yang telah diupayakan pembakuannya meliputi
a. tata bahasa yang mencakup bentuk dan susunan kata atau kalimat, pedomannya adalah buku Tata Bahasa Baku Indonesia;
b. kosa kata berpedoman pada Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI);
c. istilah kata berpedoman pada Pedoman Pembentukan Istilah;
d. ejaan berpedoman pada Ejaan Bahasa Indonesia yang disempurnakan (EYD);
e. lafal baku kriterianya adalah tidak menampakan kedaerahan.



C. Ragam bahasa menurut pokok persoalan atau bidang pemakaian

Dalam kehidupan sehari-hari banyak pokok persoalan yang dibicarakan. Dalam membicarakan pokok persoalan yang berbeda-beda ini kita pun menggunakan ragam bahasa yang berbeda. Ragam bahasa yang digunakan dalam lingkungan agama berbeda dengan bahasa yang digunakan dalam lingkungan kedokteran, hukum, atau pers. Bahasa yang digunakan dalam lingkungan politik, berbeda dengan bahasa yang digunakan dalam lingkungan ekonomi/perdagangan, olah raga, seni, atau teknologi. Ragam bahasa yang digunakan menurut pokok persoalan atau bidang pemakaian ini dikenal pula dengan istilah laras bahasa.

Perbedaan itu tampak dalam pilihan atau penggunaan sejumlah kata/peristilahan/ungkapan yang khusus digunakan dalam bidang tersebut, misalnya masjid, gereja, vihara adalah kata-kata yang digunakan dalam bidang agama; koroner, hipertensi, anemia, digunakan dalam bidang kedokteran; improvisasi, maestro, kontemporer banyak digunakan dalam lingkungan seni; pengacara, duplik, terdakwa, digunakan dalam lingkungan hukum; pemanasan, peregangan, wasit digunakan dalam lingkungan olah raga. Kalimat yang digunakan pun berbeda sesuai dengan pokok persoalan yang dikemukakan. Kalimat dalam undang-undang berbeda dengan kalimat-kalimat dalam sastra, kalimat-kalimat dalam karya ilmiah, kalimat-kalimat dalam koran/majalah, dll. Contoh kalimat yang digunakan dalam undang-undang.

Sanksi Pelanggaran Pasal 44:
Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1987 tentang Perubahan atas
Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1982 tentang Hak Cipta
Barang siapa dengan sengaja dan tanpa hak mengumumkan atau memperbanyak suatu ciptaan atau memberi izin untuk itu, dipidana dengan pidana penjara paling lama 7 (tujuh) tahun dan/atau denda paling banyak Rp 100.000.000,00 (seratus jutarupiah).
Barang siapa dengan sengaja menyiarkan, memamerkan, mengedarkan, atau menjual pada umum suatu ciptaan atau barang hasil pelanggaran hasil hak cipta sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun dan atau denda paling banyak Rp 50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah).

http://education.feedfury.com/content/15241462-ragam_bahasa.html

FUNGSI BAHASA

Menurut Felicia (2001 : 1), dalam berkomunikasi sehari-hari, salah satu alat yang paling sering digunakan adalah bahasa, baik bahasa lisan maupun bahasa tulis. Begitu dekatnya kita kepada bahasa, terutama bahasa Indonesia, sehingga tidak dirasa perlu untuk mendalami dan mempelajari bahasa Indonesia secara lebih jauh. Akibatnya, sebagai pemakai bahasa, orang Indonesia tidak terampil menggunakan bahasa. Suatu kelemahan yang tidak disadari.
Komunikasi lisan atau nonstandar yang sangat praktis menyebabkan kita tidak teliti berbahasa. Akibatnya, kita mengalami kesulitan pada saat akan menggunakan bahasa tulis atau bahasa yang lebih standar dan teratur. Pada saat dituntut untuk berbahasa’ bagi kepentingan yang lebih terarah dengan maksud tertentu, kita cenderung kaku. Kita akan berbahasa secara terbata-bata atau mencampurkan bahasa standar dengan bahasa nonstandar atau bahkan, mencampurkan bahasa atau istilah asing ke dalam uraian kita. Padahal, bahasa bersifat sangat luwes, sangat manipulatif. Kita selalu dapat memanipulasi bahasa untuk kepentingan dan tujuan tertentu. Lihat saja, bagaimana pandainya orang-orang berpolitik melalui bahasa. Kita selalu dapat memanipulasi bahasa untuk kepentingan dan tujuan tertentu. Agar dapat memanipulasi bahasa, kita harus mengetahui fungsi-fungsi bahasa.
Pada dasarnya, bahasa memiliki fungsi-fungsi tertentu yang digunakan berdasarkan kebutuhan seseorang, yakni sebagai alat untuk mengekspresikan diri, sebagai alat untuk berkomunikasi, sebagai alat untuk mengadakan integrasi dan beradaptasi sosial dalam lingkungan atau situasi tertentu, dan sebagai alat untuk melakukan kontrol sosial (Keraf, 1997: 3).
Derasnya arus globalisasi di dalam kehidupan kita akan berdampak pula pada perkembangan dan pertumbuhan bahasa sebagai sarana pendukung pertumbuhan dan perkembangan budaya, ilmu pengetahuan dan teknologi. Di dalam era globalisasi itu, bangsa Indonesia mau tidak mau harus ikut berperan di dalam dunia


persaingan bebas, baik di bidang politik, ekonomi, maupun komunikasi. Konsep-konsep dan istilah baru di dalam pertumbuhan dan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi (iptek) secara tidak langsung memperkaya khasanah bahasa Indonesia. Dengan demikian, semua produk budaya akan tumbuh dan berkembang pula sesuai dengan pertumbuhan dan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi itu, termasuk bahasa Indonesia, yang dalam itu, sekaligus berperan sebagai prasarana berpikir dan sarana pendukung pertumbuhan dan perkembangan iptek itu (Sunaryo, 1993, 1995).
Menurut Sunaryo (2000 : 6), tanpa adanya bahasa (termasuk bahasa Indonesia) iptek tidak dapat tumbuh dan berkembang. Selain itu bahasa Indonesia di dalam struktur budaya, ternyata memiliki kedudukan, fungsi, dan peran ganda, yaitu sebagai akar dan produk budaya yang sekaligus berfungsi sebagai sarana berfikir dan sarana pendukung pertumbuhan dan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi. Tanpa peran bahasa serupa itu, ilmu pengetahuan dan teknologi tidak akan dapat berkembang. Implikasinya di dalam pengembangan daya nalar, menjadikan bahasa sebagai prasarana berfikir modern. Oleh karena itu, jika cermat dalam menggunakan bahasa, kita akan cermat pula dalam berfikir karena bahasa merupakan cermin dari daya nalar (pikiran).
Hasil pendayagunaan daya nalar itu sangat bergantung pada ragam bahasa yang digunakan. Pembiasaan penggunaan bahasa Indonesia yang baik dan benar akan menghasilkan buah pemikiran yang baik dan benar pula. Kenyataan bahwa bahasa Indonesia sebagai wujud identitas bahasa Indonesia menjadi sarana komunikasi di dalam masyarakat modern. Bahasa Indonesia bersikap luwes sehingga mampu menjalankan fungsinya sebagai sarana komunikasi masyarakat modern.

4.1 Bahasa sebagai Alat Ekspresi Diri
Pada awalnya, seorang anak menggunakan bahasa untuk mengekspresikan kehendaknya atau perasaannya pada sasaran yang tetap, yakni ayah-ibunya. Dalam perkembangannya, seorang anak tidak lagi menggunakan bahasa hanya untuk mengekspresikan kehendaknya, melainkan juga untuk berkomunikasi dengan


lingkungan di sekitarnya. Setelah kita dewasa, kita menggunakan bahasa, baik untuk mengekspresikan diri maupun untuk berkomunikasi. Seorang penulis mengekspresikan dirinya melalui tulisannya. Sebenarnya, sebuah karya ilmiah pun adalah sarana pengungkapan diri seorang ilmuwan untuk menunjukkan kemampuannya dalam sebuah bidang ilmu tertentu. Jadi, kita dapat menulis untuk mengekspresikan diri kita atau untuk mencapai tujuan tertentu.
Sebagai contoh lainnya, tulisan kita dalam sebuah buku, merupakan hasil ekspresi diri kita. Pada saat kita menulis, kita tidak memikirkan siapa pembaca kita. Kita hanya menuangkan isi hati dan perasaan kita tanpa memikirkan apakah tulisan itu dipahami orang lain atau tidak. Akan tetapi, pada saat kita menulis surat kepada orang lain, kita mulai berpikir kepada siapakah surat itu akan ditujukan. Kita memilih cara berbahasa yang berbeda kepada orang yang kita hormati dibandingkan dengan cara berbahasa kita kepada teman kita.
Pada saat menggunakan bahasa sebagai alat untuk mengekspresikan diri, si pemakai bahasa tidak perlu mempertimbangkan atau memperhatikan siapa yang menjadi pendengarnya, pembacanya, atau khalayak sasarannya. Ia menggunakan bahasa hanya untuk kepentingannya pribadi. Fungsi ini berbeda dari fungsi berikutnya, yakni bahasa sebagai alat untuk berkomunikasi.
Sebagai alat untuk menyatakan ekspresi diri, bahasa menyatakan secara terbuka segala sesuatu yang tersirat di dalam dada kita, sekurang-kurangnya untuk memaklumkan keberadaan kita. Unsur-unsur yang mendorong ekspresi diri antara lain :
- agar menarik perhatian orang lain terhadap kita,
- keinginan untuk membebaskan diri kita dari semua tekanan emosi

Pada taraf permulaan, bahasa pada anak-anak sebagian berkembang sebagai alat untuk menyatakan dirinya sendiri (Gorys Keraf, 1997 :4).

4.2 Bahasa sebagai Alat Komunikasi
Komunikasi merupakan akibat yang lebih jauh dari ekspresi diri. Komunikasi tidak akan sempurna bila ekspresi diri kita tidak diterima atau dipahami oleh orang lain. Dengan komunikasi pula kita mempelajari dan mewarisi
semua yang pernah dicapai oleh nenek moyang kita, serta apa yang dicapai oleh orang-orang yang sezaman dengan kita.
Sebagai alat komunikasi, bahasa merupakan saluran perumusan maksud kita, melahirkan perasaan kita dan memungkinkan kita menciptakan kerja sama dengan sesama warga. Ia mengatur berbagai macam aktivitas kemasyarakatan, merencanakan dan mengarahkan masa depan kita (Gorys Keraf, 1997 : 4).
Pada saat kita menggunakan bahasa sebagai alat komunikasi, kita sudah memiliki tujuan tertentu. Kita ingin dipahami oleh orang lain. Kita ingin menyampaikan gagasan yang dapat diterima oleh orang lain. Kita ingin membuat orang lain yakin terhadap pandangan kita. Kita ingin mempengaruhi orang lain. Lebih jauh lagi, kita ingin orang lain membeli hasil pemikiran kita. Jadi, dalam hal ini pembaca atau pendengar atau khalayak sasaran menjadi perhatian utama kita. Kita menggunakan bahasa dengan memperhatikan kepentingan dan kebutuhan khalayak sasaran kita.
Pada saat kita menggunakan bahasa untuk berkomunikasi, antara lain kita juga mempertimbangkan apakah bahasa yang kita gunakan laku untuk dijual. Oleh karena itu, seringkali kita mendengar istilah “bahasa yang komunikatif”. Misalnya, kata makro hanya dipahami oleh orang-orang dan tingkat pendidikan tertentu, namun kata besar atau luas lebih mudah dimengerti oleh masyarakat umum. Kata griya, misalnya, lebih sulit dipahami dibandingkan kata rumah atau wisma. Dengan kata lain, kata besar, luas, rumah, wisma, dianggap lebih komunikatif karena bersifat lebih umum. Sebaliknya, kata-kata griya atau makro akan memberi nuansa lain pada bahasa kita, misalnya, nuansa keilmuan, nuansa intelektualitas, atau nuansa tradisional.
Bahasa sebagai alat ekspresi diri dan sebagai alat komunikasi sekaligus pula merupakan alat untuk menunjukkan identitas diri. Melalui bahasa, kita dapat menunjukkan sudut pandang kita, pemahaman kita atas suatu hal, asal usul bangsa dan negara kita, pendidikan kita, bahkan sifat kita. Bahasa menjadi cermin diri kita, baik sebagai bangsa maupun sebagai diri sendiri.


4.3 Bahasa sebagai Alat Integrasi dan Adaptasi Sosial
Bahasa disamping sebagai salah satu unsur kebudayaan, memungkinkan pula manusia memanfaatkan pengalaman-pengalaman mereka, mempelajari dan mengambil bagian dalam pengalaman-pengalaman itu, serta belajar berkenalan dengan orang-orang lain. Anggota-anggota masyarakat hanya dapat dipersatukan secara efisien melalui bahasa. Bahasa sebagai alat komunikasi, lebih jauh memungkinkan tiap orang untuk merasa dirinya terikat dengan kelompok sosial yang dimasukinya, serta dapat melakukan semua kegiatan kemasyarakatan dengan menghindari sejauh mungkin bentrokan-bentrokan untuk memperoleh efisiensi yang setinggi-tingginya. Ia memungkinkan integrasi (pembauran) yang sempurna bagi tiap individu dengan masyarakatnya (Gorys Keraf, 1997 : 5).
Cara berbahasa tertentu selain berfungsi sebagai alat komunikasi, berfungsi pula sebagai alat integrasi dan adaptasi sosial. Pada saat kita beradaptasi kepada lingkungan sosial tertentu, kita akan memilih bahasa yang akan kita gunakan bergantung pada situasi dan kondisi yang kita hadapi. Kita akan menggunakan bahasa yang berbeda pada orang yang berbeda. Kita akan menggunakan bahasa yang nonstandar di lingkungan teman-teman dan menggunakan bahasa standar pada orang tua atau orang yang kita hormati.
Pada saat kita mempelajari bahasa asing, kita juga berusaha mempelajari bagaimana cara menggunakan bahasa tersebut. Misalnya, pada situasi apakah kita akan menggunakan kata tertentu, kata manakah yang sopan dan tidak sopan. Bilamanakah kita dalam berbahasa Indonesia boleh menegur orang dengan kata Kamu atau Saudara atau Bapak atau Anda? Bagi orang asing, pilihan kata itu penting agar ia diterima di dalam lingkungan pergaulan orang Indonesia. Jangan sampai ia menggunakan kata kamu untuk menyapa seorang pejabat. Demikian pula jika kita mempelajari bahasa asing. Jangan sampai kita salah menggunakan tata cara berbahasa dalam budaya bahasa tersebut. Dengan menguasai bahasa suatu bangsa, kita dengan mudah berbaur dan menyesuaikan diri dengan bangsa tersebut.

http://ocw.gunadarma.ac.id/course/letters/study-program-of-english-literature-s1/bahasa-indonesia/fungsi-bahasa

HAKIKAT BAHASA

 Bahasa Itu Dinamis
Bahasa adalah satu-satunya milik manusia yang tidak pernah lepas dari segala kegiatan dan gerak manusia sepanjang keberadaan manusia itu, sebagai makhluk yang berbudaya dan bermasyarakat. Tak ada kegiatan manusia yang tak disertai oleh bahasa. Bahkan dalam bermimpi pun manusia menggunakan bahasa.
Keterikatan dan keterkaitan bahasa dengan manusia menyebabkan bahasa memiliki sifat dinamis, sebagaimana manusia pemakainya. Perubahan bahasa itu terjadi pada semua tataran, baik fonologi, morfologi, sintaksis, semantik, maupun leksikon.
Perubahan yang paling jelas dan banyak terjadi adalah pada bidang leksikon dan semantik. Mungkin hampir tiap saat ada kata-kata baru muncul sebagai akibat perubahan budaya dan ilmu. Kata sebagai satuan bahasa terkecil merupakan sarana atau wadah untuk menampung suatu konsep yang ada dalam masyarakat bahasa. Dengan terjadinya perkembangan kebudayaan, ilmu dan teknologi, bermunculanlah konsep-konsep baru berupa kata atau istilah baru.

 Bahasa Itu Universal
Selain bersifat unik, bahasa itu bersifat universal, artinya, ada ciri-ciri yang sama yang dimiliki oleh setiap bahasa yang ada di dunia ini. Ciri-ciri yang universal itu tentunya merupakan unsur bahasa yang paling umum, yang bisa dikaitkan dengan ciri-ciri atau sifat-sifat bahasa lain.
Karena bahasa itu berupa ujaran, ciri universal dari bahasa yang paling umum adalah bahwa bahasa itu mempunyai bunyi bahasa yang terdiri dari vokal dan konsonan. Namun, berapa banyak vokal dan konsonan yang dimiliki oleh setiap bahasa, bukanlah persoalan keuniversalan.
Bukti lain keuniversalan bahasa adalah bahwa setiap bahasa mempunyai satuan-satuan bahasa yang bermakna, baik satuan yang bernama kata, frasa, klausa, kalimat maupun wacana. Namun, bagaimana satuan-satuan itu terbentuk mungkin tidak sama.

 Bahasa Itu Unik
Unik artinya mempunyai ciri khas yang spesifik yang tidak dimiliki oleh yang lain. Bahasa itu unik, maksudnya, setiap bahasa mempunyai ciri khas sendiri yang tidak dimiliki oleh bahasa lainnya. Ciri khas ini bisa menyangkut sistem bunyi, sistem pembentukan kata, sistem pembentukan kalimat atau sistem-sistem lainnya.
Salah satu keunikan bahasa Indonesia adalah bahwa tekanan kata tidak bersifat morfemis, melainkan sintaksis. Maksudnya, kalau pada kata tertentu di dalam kalimat kita berikan tekanan, makna kata itu tetap. Yang berubah adalah makna keseluruhan kalimat.

 Bahasa Itu Konvensional
Meskipun hubungan antara lambang bunyi dengan yang dilambangkannya bersifat arbitrer, penggunaan lambang tersebut untuk suatu konsep tertentu bersifat konvensional. Artinya, semua anggota masyarakat bahasa itu mematuhi konvensi bahwa suatu lambang digunakan untuk mewakili konsep yang dilambangkannya.

Seandainya binatang berkaki empat yang biasa dikendarai, yang secara arbitrer dilambangkan dengan bunyi [kuda], semua anggota masyarakat bahasa Indonesia harus mematuhinya. Jika tidak dipatuhi, dan menggantikannya dengan lambang lain, pasti komunikasi akan terhambat. Bahasanya menjadi tidak bisa dipahami oleh penutur bahasa Indonesia lainnya; dan berarti pula dia telah keluar dari konvensi itu.

Kalau kearbitreran bahasa terletak pada hubungan antara lambang-lambang bunyi dengan konsep yang dilambangkannya, kekonvensionalan bahasa terletak pada kepatuhan penutur bahasa untuk menggunakan lambang itu sesuai dengan konsep yang dilambangkannya.

http://www.blogcatalog.com/search.frame.php?term=hakikat+bahasa&id=e98306d87a6b5670b9c7131e9a0f4d50


Hakikat Bahasa
oleh K. D. Pagelaran

Seperti kata pepatah "Bahasa menunjukkan bangsa", maka penggunaan bahasa Indonesia
oleh masyarakat Indonesia saat ini mencerminkan sikap bangsa Indonesia yang enggan bertanggung jawab, makin tidak mengenal tata krama, dan miskin imajinasi.
Sebelumnya, sejarawan Asvi Warman Adam,

Bahasa adalah kesatuan perkataan beserta sistem penggunaannya yang berlaku umum
dalam pergaulan antar anggota suatu masyarakat atau bangsa. Masyarakat atau bangsa
merupakan sekelompok manusia atau komunitas dengan kesamaan letak geografi, kesamaan budaya, dan kesamaan tradisi. Dengan demikian, selain memiliki fungsi utama sebagai wahana berkomunikasi, bahasa juga memiliki peran sebagai alat ekspresi budaya yang mencerminkan bangsa penuturnya. Kecakapan berbahasasuatu bangsa mencerminkan budaya bangsa yang terwujud dalam sikap berbahasa itu sendiri. Sikap berbahasa yang dilandasi oleh kesadaran berbahasa akan membangun rasa cinta, bangga,
dan setia terhadap bahasa dan terhadap bangsa.

Bahasa Indonesia, dengan demikian, adalah bahasa yang menjadi wahana komunikasi dan alat ekspresi budaya yang mencerminkan eksistensi bangsa Indonesia. Pengembangan sikap berbahasa yang mencakup kemahiran berbahasa Indonesia dalam wadah pendidikan formal (sekolah) dilaksanakan melalui mata pelajaran atau mata kuliah Bahasa Indonesia. Dengan demikian hakekat pembelajaran Bahasa Indonesia adalah pembelajaran untuk menjadikan peserta didik memiliki kemahiran berbahasa Indonesia baik dalam berkomunikasi lisan maupun tertulis yang mencerminkan kesadaran berbahasa sebagai bangsa Indonesia yang telah menetapkan bahasa Indonesia sebagai Bahasa Negara.

Kemahiran berbahasa Indonesia harus selalu diupayakan oleh seluruh penuturnya agar memiliki sikap berbahasa yang positif. Sikap berbahasa positif itu akan membawa sikap
setia, bangga, dan cinta kepada bahasa Indonesia. Dengan demikian, bahasa Indonesia
dapat memenuhi fungsi luhurnya sebagai alat pemersatu bangsa. Bahasa Indonesia sebagai pemersatu bangsa, mungkin lebih efektif dibandingkan alat-alat pemersatu yang lain, karena dengan bahasa berarti komunikasi dan saling pengertian antar warga bangsa dapat terwujud! Maka dari itu janganlah sekali-kali melecehkan bahasa Indonesia dalam aktivitas apa pun.

http://groups.yahoo.com/group/cfbe/message/10167
9
4.4 Bahasa sebagai Alat Kontrol Sosial
Sebagai alat kontrol sosial, bahasa sangat efektif. Kontrol sosial ini dapat diterapkan pada diri kita sendiri atau kepada masyarakat. Berbagai penerangan, informasi, maupun pendidikan disampaikan melalui bahasa. Buku-buku pelajaran dan buku-buku instruksi adalah salah satu contoh penggunaan bahasa sebagai alat kontrol sosial.
Ceramah agama atau dakwah merupakan contoh penggunaan bahasa sebagai alat kontrol sosial. Lebih jauh lagi, orasi ilmiah atau politik merupakan alat kontrol sosial. Kita juga sering mengikuti diskusi atau acara bincang-bincang (talk show) di televisi dan radio. Iklan layanan masyarakat atau layanan sosial merupakan salah satu wujud penerapan bahasa sebagai alat kontrol sosial. Semua itu merupakan kegiatan berbahasa yang memberikan kepada kita cara untuk memperoleh pandangan baru, sikap baru, perilaku dan tindakan yang baik. Di samping itu, kita belajar untuk menyimak dan mendengarkan pandangan orang lain mengenai suatu hal.
Contoh fungsi bahasa sebagai alat kontrol sosial yang sangat mudah kita terapkan adalah sebagai alat peredam rasa marah. Menulis merupakan salah satu cara yang sangat efektif untuk meredakan rasa marah kita. Tuangkanlah rasa dongkol dan marah kita ke dalam bentuk tulisan. Biasanya, pada akhirnya, rasa marah kita berangsur-angsur menghilang dan kita dapat melihat persoalan secara lebih jelas dan tenang.

Fonologi dan Bidang Pembahasannya

1. Fonologi Dan Bidang Pembahasannya
Bahwa bahasa adalah system bunyi ujar sudah disadari oleh para linguistik. Oleh Karena itu, objek utama kajian linguistic adalah bahasa lisan, yaitu bahasa dalam bentuk bunyi ujar. Kalau toh dalam praktik berbahasa dijumpai ragam bahasa tulis, dianggap sebagai bahasa sekunder, yaitu “rekaman” dari bahasa lisan. Oleh Karena itu, bahasa tulis bukan menjadi sasaran utama kajian linguistik.
Konsekuensi logis dari angggapan-bahkan keyakinan-ini adalah dasar analisis cabang-cabang linguistik apa pun (fonologi, morfologi, sintaksis, semantik, leksikologi, dan lainnya) berkiblat pada korpus data yang bersumber dari bahasa lisan, walaupun yang dikaji sesuai dengan kosentrasinya masing-masing. Misalnya, fonologi berkosentrasi pada persoalan bunyi, morfologi pada persoalan struktur internal kata, sintaksis pada persoalan susunan kata Dan kalimat, semantik pada persolan makna kata, Dan leksikologi pada persoalan perbendaharaan kata.
Dari sini dapat kita pahami bahwa material bahasa adalah bunyi-bunyi ujar. Kajian mendalam tentang bunyi-bunyi ujar diselediki oleh cabang linguistik yang disebut fonologi. Oleh fonologi, bunyi-bunyi ujar ini dapat dipelajari dengan dua sudut panjang.
Pertama, bunyi-bunyi ujar dipandang sebagai media bahasa semata, tak ubahnya seperti benda atau zat. Dengan demikian, bunyi-bunyi dianggap sebagai bahan mentah, bagaikan batu, pasir, semen sebagai bahan mentah bangunan rumah. Fonologi yang memandang bunyi-bunyi ujar demikian lazim disebut fonotik
Kedua, bunyi-bunyi ujar dipandang sebagai bagian dari sistem bahasa. Bunyi-bunyi ujar merupakan unsur-unsur bahasa terkecil yang merupakan bagian dari struktur kata Dan yang sekaligus berfungsi untuk membedakan makna. Fonologi yang memandang bunyi-bunyi ujar itu sebagai bagian dari sistem bahasa lazim disebut fonemik
Dari dua sudut pandang tentang bunyi ujar tersebut dapat disimpulkan bahwa fonologi mempunyai dua cabang kajian, yaitu (1) fonetik, dan (2) fonemik. Secara lebih rinci, kedua cabang kajian fonologi ini diuraikan pada bab-bab berikutnya.

2. Kedudukan Fonologi Dalam Cabang-Cabang Linguistik
Sebagai bidang yang berkosentrasi dalam diskripsi Dan analisis bunyi-bunyi ujar, hasil kerja fonologi berguna bahkan sering dimanfaatkan oleh cabang-cabang linguistic yang lain, baik linguistic teoritis maupun terapan. Misalnya morfologi, sintaksis, simantik, leksikologi, dialektologi, pengajaran bahasa, dan psikolinguistik. Apalagi, korpus data yang menjadi sasaran analisisnya adalah bahasa lisan.
Bidang morfologi, yang kosentrasi analisisnya pada tataran struktur internal kata (mulai dari perilaku kata, proses pembentukan kata, sampai dengan nosi yang timbul akibat pembentukan kata) sering memanfaatkan hasil studi fonologi. Ketika ingin menjelaskan, mengapa morfem dasar {pukul} diucapkan secara bervariasi antara [pukUl] Dan [pUkUl], serta diucapkan [pukulan] setelah mendapatkan proses morfologis dengan penambahan morfem sufiks {-an}, praktis “minta bantuan” hasil studi morfologi. Begitu juga, mengapa morfem prefix {m ə N-} ketika bergabung dengan morfem dasar {baca}, {daki}, {garap}, {jerit} menjadi [məmbaca]. [məndaki], [məηgarap’], dan [məηjərit], dan ketika bergabung dengan morfem dasar {pacu}, {tari}, {kuras}, {sayat} menjadi [məmacu], [mənari], [məηguras], [məňyayat]? Jawabannya juga memanfaatkan hasil studi fonologi.
Bidang sintaksis, yang konsentrasi analisisnya pada tataran kalimat ketika berhadapan dengan kalimat Kamu di sini. (kalimat berita), Kamu di sini? (kalimat tanya), dan Kamu di sini! (kalimat seru/perintah) yang ketiganya mempunyai maksud yang berbeda, padahal masing-masing terdiri atas tiga kata yang sama, bisa dijelaskan dengan memanfaatkan hasil analisis fonologi, yaitu tentang intonasi. Begitu juga, persoalan jeda dan tekanan pada kalimat, yang ternyata bisa membedakan maksud kalimat, terutama dalam bahasa Indonesia.
Bidang semantik, yang berkonsentrasi pada persoalan makna kata pun tidak jarang memanfaatkan hasil telaah fonologi. Kapan sebuah kata bisa divariasikan ucapannya, dan kapan tidak. Mengapa kata tahu dan teras kalau diucapkan secara bervasiasi [tahu], [tau], [teras], dan [təras] akan bermakna lain, sedangkan kata duduk dan bidik ketika di ucapkan secara bervariasi [dudU?], [dUdU?], [bidī?], [bīdī?] tidak membedakan makna? hasil analisis fonologisnya yang bisa membantunya.
Bidang leksikologi, juga leksikografi yang berkontrasi pada persoalan perbendaharaan kata suatu bahasa baik dalam rangka penyusunan kamus maupun tidak sering memanfaatkan hasil kajian fonologi. Cara-cara pengucapan suatu pengucapan yang khas dan variasi pengucapannya hanya bisa di deskripsikan secara cermat lewat transkripsi fonetis.
Bidang alektologi, yang bermaksud memetahkan wilayah pemakaian dialek atau variasi bahasa tertentu yang sering memanfaatkan hasil kajian fonologi, terutama variasi-variasi ucapan pemakai bahasa, baik secara sosial maupun geografi, variasi-variasi uacapan hanya bisa dijelaskan dengan tepat kalau memanfaatkan hasil analisis fonologi.

3. Manfaat fonologi daalm penyusunan ejaan bahasa
Ejaan adalah peraturan penggambaran atau pelambang bunyi ujar suatu bahasa. Karena bunyi ujar ada dua unsur, yaitu segmental dan suprasegmental, maka ejaanpun menggambarkan atau melambangkan kedua unsur bunyi ujar tersebut. Perlambangan unsur segmental ini ujar tidak hanya bagaimana melambangkan bunyi-bunyi ujar dalam bentuk tulisan atau huruf tetapi juga bagaimana menuliskan bunyi-bunyi ujar dalam bentuk kata, frase, dan kalimat, bagaimana memenggal suku kata, bagaimana menuliskan singkatan, nama orang, lambing-lambang teknis keilmuan dan sebagainya. Perlambangan unsur suprasegmental bunyi ujar menyangkut bagaimana melambangkan tekanana, nada, durasi, jeda, dan intonasi. Perlambangan unsure suprasegmental ini dikenal dengan istilah tanda baca atau pugntuasi.
Tata cara penulisan bunyi ujar (baik segmental maupun suprasegmental) ini bisa memanfaatkan hasil kajian fomologi terutama hasil kajian fonomik terhadap bahasa yang bersangkutan. Sebagai contoh ejaan bahasa Indonesia yang selama ini telah diterapkan dalam penulisan memanfaatkan hasil studi fonologi bahasa Indonesia, terutama yang berkaitan dengan pelambang fonem. Oleh karena itu, ejaan bahasa Indonesia dikenal dengan istilah ejan donemis.
Terkait dengan pemberlakuan ejaan bahasa Indonesia, ada usulan dari beberapa kalangan yang menarik untuk diperhatikan yaitu ucapan bahasa Indonesia hendaknya disesuaikan dengan ejaan bahasa Indonesia. Dilihat dari pengkajian fonetik, usulan itu sangat lemah dan tidak berdasarkan karena selain menyalahi kodrat bahasa juga bertentangan dengan kealamian bahasa. Mengapa demikian?
- Kita tau bahwa ejaan tumbuh beratus-ratus tahun bahkan beribu-ribu tahun setelah bahasa lisan ada. Bahasa lisan tumbuh dan berkembang dan sendirinya tanpa ejaan. Ejaan diciptakan melambangkan bunyi bahasa bukan sebaliknya. Jadi, tidak ada alasan kuat bahwa bahasa (bahasa lisan, pen) harus mengikuti tunduk pada ejaan. (bahasa tulis, pen)
- Bahasa manapun selalu berubah termasuk mahasa Indonesia. Satu system ejaan sesuai dengan bahasa yang dilambangkan pada waktu ejaan itu diciptakan. Oleh karena itu, ejaanlah yang harus disesuikan terus menerus seiring dengan perkembangan atau perubahan pada bahasa yang dilambangkan, bukan sebaliknya.

Fenotik
Semua manusia diangurahi Allah SWT, mempunyai kemampuan berbicara atau bertutur, kecuali bagi seseorang yang mempunyai “kekhususan” misalnya orang bisu dan tuli. Kemampuan berbicara atau bertutur ini diperolehnya secara berjenjang sesuai dengan tingkatan usianya, yaitu sejak bayim anak-anak, remaja, dan dewasa. Kemampuan bayi mengucapkan bunyi pun berbeda antara satu dengan yang lain. Interaksi dengan seseorang disekitarnya atau disekelilingnya akan mempengaruhi pemerolehan bunyi bahasanya. Lebih banyak interaksi yang dilakukan, lebih cepat pemerolehan (bunyi) bahasa seorang bayi.
Salah satu kecenderungan yang menyalahi hukum bahasa adalah apabila ibu bapak dan orang disekeliling bayi itu menggunakan mengucapkan pelat (menirukan ucapan bayi) sebagai tanda “sayang” pada bayi tersebut. Misalnya, “sayang” diucapkan “cayang”, “susu” diucapkan “cucu”, “tidur” diucapkan “tidul”, “rambut” diucapkan “lambut”, “makan” diucapkan “akan”, dan sebagainya. Kebiasaan seperti ini akan mempengaruhi penerimaan bayi tersebut dan berakhir pada pemerolehan ujaran dengan cara pelat atau tidak sempurna ucapannya.


Pengertian Kalimat Afektif

A. Latar Belakang
Kalimat efektif merupakan kalimat yang mampu menyampaikan pikiran dan perasaan penulis atau pembicaraan dengan jelas kepada pembaca atau pendengar. Kalimat efektif adalah harus disusun berdasarkan kaidah-kaidah yang berlaku antara lain dengan meliputi beberapa unsur-unsur penting yang telah diterapkan didalam kalimat tersebut antara lain :
1. Kesepadanan dan kesatuan antara struktur bahasa dengan cara atau jalan pikiran yang logis. Dimana kita lihat bahwa pengertian dari kesepadanan dan kesatuan adalah :
a. Kesepadanan adalah hubungan timbal balik antara subjek dan predikat. Sedangkan ;
b. Kesatuan adalah bahwa setiap kalimat harus mengandung satu ide pokok atau kesatuan pikiran.
2. Sebuah kalimat efektif harus memperhatikan unsur paralelisme (kesejajaran bentuk).
3. Kalimat efektif memperhatikan penghematan pemakaian kata-kata misalnya: anak teman saya (bukan anak dari teman saya).
4. Kalimat efektif memerlukan penekanan.
5. Kalimat efektif memerlukan variasi tata urut gatra-gatranya atau variasi pilihan kata agar pembaca atau pendengar terhindar dari kebosanan.
1. Pengertian Kalimat Efektif
Kalimat efektif adalah kalimat yang mampu menyampaikan pikiran dan perasaan penulis atau pembicaraan dengan jelas kepada pembaca atau pendengar. Kalimat efektif harus di susun berdasarkan kaidah-kaidah yang berlaku, antara lain meliputi :
A. Unsur-unsur penting yang ada dalam sebuah kalimat yaitu.
1. Kesepadanan dan kesatuan antara struktur bahasa dengan cara atau jalan pikiran yang logis. Kesepadanan adalah hubungan timbal balik antara subjek dan predikat, antara predikat dengan objek, serta dengan keterangan-keterangan. Kesatuan adalah bahwa setiap kalimat harus mengandung satu ide pokok atau kesatuan pikiran. Jenis, kesepadanan dan kesatuan dalam kalimat adalah kemampuan struktur bahasa dalam mendukung gagasan/ide yang di kandung kalimat. Untuk mencapai maksud tersebut sehingga di bagi atas beberapa macam :
a. Kalimat efektif harus mempunyai subjek dan predikat
b. Kalimat efektif tidak boleh hanya berupa klausa bawahan saja misalnya : setelah itu dia pergi
c. Subjek kalimat tidak perlu di antar oleh predikat. Misalnya para siswa di harapkan bukan kepada siswa di harapkan.
d. Satu kalimat efektif harus mengandung satu ide atau gagasan pokok, tidak boleh terjadi penupukan beberapa ide. Misalnya : pertanyaan saudara ingin saya jawab. Kalimat ini tidak efektif karena di dalamnya ada dua ide : pertanyaan saudara akan saya jawab. Dan saya ingin menjawab pertayaan saudara.
e. Kalimat efektif harus jelas interaksi antara S P > O dan K dengan kariasinya misalnya jika di katakan saya akan jawab pertayaan dari pada saudara kalimat ini tidak efektif sebab relasi S saya dengan P akan jawab tidak jelas relasi P jawab tidak jelas relasi P akan di jawab dengan O pertanyaan dari pada saudara juga tidak jelas. Seharusnya kalimat tersebut menjadi , saya akan menjawab pertanyaan saudara.
f. Kalimat efektif memperhatikan penggunaan kata penghubung (konjungsi) dari segi fungsinya.
g. Kalimat efektif memperhatikan penempatan ide pokok dalam penggabungan klausa atau kalimat klausa atau kalimat yang menjadi ide pokok harus menjadi induk kalimat. Misal dia datang ketika saya tidak berada di rumah saya tidak ada di rumah ketika dia datang.
h. Kalimat efektif harus menghindari penggunaan kata terjemahan, seperti di mana, yang mana (dari Where Which) dan kata, mana lain-lainnya yang di pakai sebagai kata tanya. Seperti : atas nama dengan mana (be : waaroop, waarmee) dsb. Misalnya desa dimana saya pernah ditinggal sekarang sudah ramai.
2. Sebuah kalimat efektif harus memperhatikan unsur paralelisme (kesejajaran bentuk) jika sebuah ide dalam suatu kalimat dinyatakan dengan frase maka ide-ide lain yang setara harus dinyatakan dengan frase pula atau jika sebuah ide dinyatakan dengan kata kerja, maka ide lainpun harus dengan kata kerja. Misalnya;bukan, bagaimanan mekanisme pemesanan dan cara membayarnya ?
3. Kalimat efektif memperhatikan penghematan pemakaian kata-kata, misalnya : anak teman saya (bukan anak dari teman saya), dia pergi selasa lalu (bukan dia pergi hari selasa lalu) sepatu putih (bukan sepatu warna putih).
4. Kalimat efektif memerlukan penekanan, dengan cara :
a. Menempatkan bagian kalimat yang penting atau yang diutamakan didepan kalimat.
b. Menyusun peristiwa atau kejadian secara kronologis agar urutannya tergambar dengan logis
c. Mengulang kata yang dianggap dapat membuat maksud kalimat menjadi jelas.
5. Kalimat efektif memerlukan variasi tata urut gatra-gatranya atau variasi pilihan kata agar pembaca atau pendengar terhindar dari kebosanan.

SIMPULAN
Didalam materi makalah ini menyangkut tentang kalimat efektif. Karena kalimat efektif adalah kalimat yang mampu menyampaikan pikiran dan perasaan penulis atau pembicaraan dengan jelas kepada pembaca atau pendengar. Dan kalimat efektif juga terbagi atas unsur-unsur penting yang ada dalam kalimat tersebut adalah merupakan kemampuan struktur bahasa dalam mendukung gagasan/ide yang dikandung kalimatnya. Dan kalimat efektif juga mempelajari tentang subjek dan predikat, kalimat klausa, interelasi antara s,p,o, dan k. dan mempelajari juga tentang kata penghubung konjungsi.
SARAN
Untuk dapat membentuk kalimat efektif yang mampu menyampaikan pikiran dan perasaan, penulis atau pembicaraan dengan jelas kepada pembaca atau pendengar. Maka penulis atau pembicara memberikan saran-saran sebagai berikut :
a. Dalam kalimat efektif kita sebagai mahasiswa harus memahami atau membedakan kalimat efektif yang baik dan intensif.
b. Para mahasiswa atau dosen hendaknya lebih meningkatkan mutu pengkajiannya dalam membentuk kalimat efektif.
c. Kalimat efektif sangat penting untuk dipelajari oleh setiap mahasiswa baik yang tampak melakukan kemampuan struktur atau unsur-unsur penting dalam sebuah kalmat efektif.










Pengertian Bahasa Menurut Para Ahli

1. Menurut Kerafsm Arapradhipa 2005 :
Memberikan dua pengertian :
- Bahasa : Sebagai alat komunikasi antara anggota masyarakat berupa symbol bunyi yang dihasilkan oleh alat ucap manusia.
- Bahasa : Sistem komunikasi yang mempergunakan symbol-simbol vokal.

2. Menurut Torigan (1989 : 4)
Beliau memberikan dua definisi bahasa :
- Bahasa adalah : Suatu sistem yang sistematis barangkali untuk sistem generatif.
- Bahasa adalah : Seperangkat lambang-lambang atau symbol-simbol orbiter.

3. Menurut Santoso (1990 : 1)
Bahasa adalah rangkaian bunyi yang dihasilkan oleh alat ucap manusia secara sadar.

4. Menurut Wibowo (2009 : 3)
Bahasa adalah suatu sistem symbol bunyi yang bermakna yang berarti kualisi (dihasilkan oleh alat ucap) yang bersifat arbiter dan konfisional yang dipakai sebagai alat komunikasi oleh sekelompok orang untuk melahirkan perasaan dan pikiran.

5. Menurut Wibowo, Walija (1990 : 4) mengungkapkan :
Definisi bahasa adalah : komunikasi yang paling lengkap dan efektif untuk menyampaikan ide, pesan, maksud dan pendapat kepada orang lain.

6. Menurut Pengabean (1981 : 5) berpendapat :
Bahasa adalah suatu sistem yang mengutarakan dan melepaskan apa yang terjadi pada sistem saraf.

7. Menurut Soejono (1983 : 01)
Bahasa adalah suatu sarana perhubungan rohani yang penting dalam hidup bersama.



Fungsi Bahasa Secara Umum

Dalam keilmuan dapat dipahami sebagai susunan yang teratur, berpola, membentuk suatu keseluruhaan yang bermakna atau berfungsi. Dengan demikian dapat dipahami bahwa bahasa memiliki sifat yang teratur, berpola, memiliki makna dan fungsi. Sistematis diarti pula bahwa bahasa itu tersusun menurut suatu pola, tidak tersusun acak. Karenanya, sebagai sebuah sistem, bahasa juga sistemik. Sistematik atau sistematis maksudnya bahasa itu bukan merupakan sistem tunggal, tetapi juga terdiri atas sub-sub sistem atau sistem bawahan. Disini dapat disebutkan subsistem-subsistem itu antara lain : subsistem fonologi, subsistem morfologi, subsistem sintaksi, subsistem semantik, maka sebuah sistem, bahasa berfungsi untuk memilah kajian morfologi, fonologi, sintaksi, dan semantik.

Bahasa Itu Berwujud Lambang
Ungkapan lambang tentu sudah sering kita dengar, semisal ungkapan “ merah lambang berani dan putih lambang suci”. Dalam bidang ilmu, istilah lambing berada dalam kajian semiotika atau semiologi. Bahasa sebagai lambang, didalamnya ada tanda, sinyal, gejala, gerak, isyarat, kode, indeks, dan lkon. Lambing sendiri sering disamakan dengan symbol. Dengan demikian , bahasa sebagai lambagng artinya memiliki symbol untuk menyampaikan pesan kepada lawan tutur. Ia berfungsi untuk menegaskan bahasa yang hendak disampaikan.

Bahasa Itu Adalah Bunyi.
Kata bunyi berbeda dengan kata suara. Menurut Krdaklaksana (1983:27) bunyi adalah pesan dari pusat saraf sebagai akibat dari gendang telinga yang bereaksi karena perubahan-perubahan dalam tekanan udara. Karena itu, banyak ahli menyatakan bahwa yang disebut bahasa itu adalah yang sifatnya primer, dapat diucapkan dan menghasilkan bunyi. Dengan demikian, bahasa tulis adalah bahasa skunder yang sifatnya berupa rekaman dari bahasa lisan, yang apabila dibacakan/dihafalkan tetap melahirkan bunyi juga. Sebagai bunyi, bahasa berfungsi untuk menyampaikan pesan lambing dari kebahasaan sebagaimana dissebutkan diatas bahwa bahasa juga bersifat lambing.


Bahasa Itu Bermakna.
Bahasa Sebagai Suatu Hal yang bermakna erat dengan kaitannya system lambing bunyi. Oleh sebab itu dilambangkan dengan suatu pengertian, suatu konsep, sutau ide, atau suatu pikiran, yang hendak disampaikan melalui wujud bunyi bahasa yang bermakna itu, dalam bahasa berupa satuan-satuan bahasa yang berwujud morfem, kata, frasa, klausa, kalimat, dan wacana.
Bahasa Itu Arbitrer.
Arbitrer dapat diartikan “sewenag-wenang, berubah-ubah, tidak tetap, mana suka”. Arbitrer diartikan pula dengan tidak adanya hubungan wajib antara lambing bahasa (yang berwujud bunyi) dengan konsep atau pengertian yang dimaksud oleh lambing tersebut. Hal ini berfungsi untuk memudahkan orang dalam melakukan tindakan kebahasaan.
Bahasa Itu Unik.
Bahasa dikatakan memiliki sifat yang unik karena setiap bahasa memiliki cirri khas sendiri yang dimungkinkan tidak dimiliki oleh bahasa yang lain. Ciri khas ini menyangkut system bunyi, system pembentukan kata. System pembentukan kalimat dan sistem-sistem lainnya. Diantara keunikan yang dimiliki bahasa bahwa tekanan kata bersifat morfemis, melainkan sintaksis. Bahasa bersifat unik berfungsi untuk membedakan antara bahasa yang satu dengan lainnya.
Bahasa Itu Universal
Selain unik dengan ciri-criri khas tersendiri, setiap bahasa juga dimungkinkan memiliki ciri yang sama untuk beberapa kategori. Hal ini bisa dilihat pada fungsi dan beberapa sifat bahasa. Karena bahasa itu bersifat ujaran, ciri yang paling umum dimemiliki oleh setiap bahasa itu adalah memiliki vokal dan konsonan. Namun, beberapa vokal dan konsonan pada setiap bahasa tidak selamanya menjadi persoalan keunikan. Bahasa Indonesia misalnya, memiliki 6 buaj vokal dan 22 konsonan, tetapi bahasa Arab memiliki 3 buah vokal pendek, 3 buah vokal panjang, serta 28 konsonan (Al-Khuli, 1982:321). Oleh sifatnya yang universal, ini bahasa memiliki fungsu yang sangat umum dan menyeluruh dalam tindakan komunikasi.

Bahasa Itu Manusiawi.
Bahasa yang manusiawi adalah bahasa yang lahir alami oleh manusia penutur bahasa dimaksud. Hal ini karena pada binatang belum tentu ada bahasa meskipun binmatang dapat berkomunikasi. Sifat ini memiliki fungsi sebagai citras bahasa sangat baik dalam komunikasi.
Bahasa Itu Bervariasi.
Setiap masyarakat bahasa pasti memiliki variasi atau ragam dalam bertutur. Bahasa Aceh misalnya, antara penutur bahasa Aceh bagi masyarakat Aceh Barat dengan masyarakat Aceh di Aceh Utara memiliki variasi. Variasi bahasa dapat terjadi secara idiolek, dialek, kronolek, sosiolek, dan fungsional.
Bahasa Itu Dinamis.
Hampir disetiap tindakan manusia selalu menggunakan bahasa. Bahkan, dalam bermimpi pun, mcmenggunakan bahasa. Karena setiap tindakan manusia sering berubah-ubah seirng perubahan zaman yang diikuti oleh perubahan pola pikir manusia, bahasa yang digunakan pun kerap memiliki perubahan. Inilah yang dimaksud dengan dinamis. Dengan kata lain, bahasa tidak statis, tetapi akan terus berubah mengikuti kebutuhan dan tuntutan pemakai bahasa.
Bahasa Sebagai Alat Interaksi Sosial.
Bahasa sebagai alat interaksi sosial sangat jelas fungsinya, yakni dalam interaksi, manusia memang tidak dapat terlepas dari bahasa, seperti dijelaskan di atas, hanpir di setiap tindakan manusia tidak terlepas dari bahasa, maka salah satu hakikat bahasa alat komunikasi dalam bergaul sehari-hari.
Bahasa Sebagai Identits Diri.
Bahasa juga dapat menjdi identitas diri pengguna bahasa tersebut. Hal ini disebabkan bahasa juga menjadi cerminan dari sikap seseorang dalam berinteraksi. Sebagai identitas diri, bahasa akan menjadi penunjuk karakter pemkai bahasa tersebut.
Sementara itu, Brown dan Yule (1996:1) berpendapat bahwa bahasa itu dapat berfungsi sebagai pengungkapan isi yang diekspresikan menjadi fungsi transaksionaldan sebagai pengungkapan hubungan sosial dan sikap-sikaps pribadi yang dideskripsikannya menjdi fungsi interaksional.
Sepuluh Pengertian Bahasa Menurut Para Ahli
1. Menurut Keraf dalam Smarapradhipa, memberikan dua pengertian bahasa. Pengertian pertama ,menyatakan bahasa sebagai alat komunikasi antara anggota masyarakat berupa simbol bunyi yang di hasilkan oleh alat ucap manusia. Kedua bahasa adalah sistem komunikasi yang mempergunakan simbol-simbol vokal (bunyi ujaran) yang bersifat arbitrer.
2. Menurut Own dan Stiawan (2006:1), menjelaskan definisi bahasa yaitu: language can be defined as a socially shared combinations of those symbols and rule governet combinations of those dymbol (bahasa dapat didefinisikan sebagai kode yang diterima secara sosial atau sistem konvensional untuk menyampaikan lonsep melalui kegunaan simbol-sibol yang dikehendaki dan kombinasi simbol-simbol yang diatur oleh ketentuan).
3. Tarigan (1989:4), beliau memberikan dua definisi bahasa. Pertama, bahasa adalah suatu sistem yang sistematis, barangkali juga untuk sistem generatif.











FUNGSI UMUM BAHASA INDONESIA
Bahasa dalam kehidupan manusia mempunyai fungsi yang sangat penting, baik bagi manusia sebagai individu maupun manusia sebagai warga masyarakat. Segala macam kegiatan manusia dilakukan dengan bahasa. Tanpa bahasa kehidupan manusia akan hampa dan tak berarti apa-apa. Melalui bahasalah yang mampu mewujudkan manusia sebagai makhluk yang berbudi sehingga membedakan dengan makhluk yang lain dimuka bumi ini.

Bahasa Sebagai Alat Komunikasi
Dengan menggunakan bahasa, manusia dapat berhubungan dengan alam sekitarnya, terutama dengan manusia. Melalui bahasa manusia dapat menguasai alam, sehingga manusia dapat mengubah alam sesuai dengan kebutuhannya. Bahasa merupakan alat untuk merumuskan apa yang ada dalam pikirannya, apa yang dirasakan, dan apa yang dikehendakinya. Apa yang dipikirkan itu dapat disampaikan kepada orang lain melalui bahasa sehingga dapat diciptakan kerja sama antar sesama manusia. Dengan bahasa pulalah manusia dapat mengatur kegiatannya yang berhubungan dengan kehidupan kemasyarakatannya. Manusia dapat mengolah apa yang dihasilkan sesama manusia, kemudian memetik hasilnya untuk kehidupan keluarganya.

Bahasa Sebagai Alat Ekspresi Diri
Bahasa merupakan wujud atau pernyataan keberadaan manusia dimuka bumi ini. Manusia dapat menyatakan secara terbuka segala sesuatu yang tersirat di alam pikirannya kepada orang lain atau kesemua orang, mulai dari bayi, anak-anak, orang dewasa sampai kepada orang tua, kesemuanya tetap menyatakan diri dengan bahasa. Bayi yang menangis merupakan tanda keberadaannya, agar orang lain dapat mengerti apa yang dirasakannya atau apa yang diinginkannya, misalnya haus atau lapar biasanya ia nyatakan dalam bentuk tangisan untuk mewakili perasaannya.
Yang mendorong manusia manyatakan atau memaklumkan keberadaannya antara lain agar dirinya mendapat perhatian dari orang lain.

Bahasa Sebagai Alat Integrasi dan Adaptasi Sosial
Pada dasarnya manusia tidak dapat hidup sendiri-sendiri, melainkan manusia selalu membutuhkan orang lain, baik sebagai teman hidupnya maupun sebagai warga masyarakat. Warga masyarakat yang satu pasti membutuhkan warga yang lain untuk berkomunikasi atau berintegrasi denagan orang lain dan apa yang dilihatnya harus diadaptasikan kepada orang lain maupun diri sendiri. Alat yang digunakan berintegrasi dan beradaptasi itu adalah bahasa. Bahasa yang digunakan hendaknya sesuai dengan kondisi setempat, warga masyarakat harus dapat menyesuaikan diri dengan lingkungannya. Untuk penyesuain tersebut maka bahasalah yang memegang peranan yang sangat penting dalam menciptakan suasana aman dan damai.

Bahasa Sebagai Alat Penampung dan Penerus Kebudayaan
Kontak manusia dengan alam sekiatrnya dapat melahirkan karya budaya. Manusia mendekati dan mengelola alam, alatnya ialah bahasa, dan hasil penemuan selalu dilambangkan dengan bahasa. Karya budaya yang dihasilkan oleh manusia masa lampau dapat dilestarikan dengan bahasa sehingga dapat dinikmati dan dikembangkan oleh manusia masa kini dan dilanjutkan atau diwariskan kepada generasi selanjutnya. Kebudayaan masa lampau dapat bertahan dan kebudayaan masa kini dapat berkelanjutan dan kesemuanya itu dapat bertahan karena adanya bahasa, bahasa merupakan unsur kebudayaan yang tidak dapat dipisahkan dengan kebudayaan lainnya.
Kejadian-kejadian yang dialami oleh manusia pada masa lampau dapat diketahui oleh manusia masa kini, bahkan manusia yang akan datang. Hal dimungkinkan karena adanya bahasa sebagai alat perekam kejadian yang pernah ada. Bahasa juga berfungsi menghubungkan ruang atau tempat yang satu dengan tempat yang lain misalnya apa yang terjadi di Amerika atau di dunia yang lain dapat diketahui di Indonesia dalam waktu yang relatif singkat karena adanya bahasa dengan bantuan teknologi modern. Peristiwa yang dialami manusia berlangsung terus menerus diabadikan dengan bahasa dalam wujud sejarah.

FUNGSI KHUSUS BAHASA INDONESIA
Fungsi bahasa indonesia berhubungan dengan kedudukan bahasa Indonesia. Kedudukan itu diperoleh berdasarkan pengalaman sejarah bangsa Indonesia yang berkaitan dengan perkembangan bahasa Indonesia.











Jumat, 25 Desember 2009

Pengertian pendekatan, strategi, Metode, Teknik, dan Model Pembelajaran


oleh: Akhmad Sudrajat

Dalam proses pembelajaran dikenal beberapa istilah yang memiliki kemiripan makna, sehingga seringkali orang merasa bingung untuk membedakannya. Istilah-istilah tersebut adalah:
 (1) pendekatan pembelajaran,
(2) strategi pembelajaran,
 (3) metode pembelajaran;
 (4) teknik pembelajaran;
(5) taktik pembelajaran; dan
(6) model pembelajaran.

 Berikut ini akan dipaparkan istilah-istilah tersebut, dengan harapan dapat memberikan kejelasaan tentang penggunaan istilah tersebut.

Pendekatan pembelajaran dapat diartikan sebagai titik tolak atau sudut pandang kita terhadap proses pembelajaran, yang merujuk pada pandangan tentang terjadinya suatu proses yang sifatnya masih sangat umum, di dalamnya mewadahi, menginsiprasi, menguatkan, dan melatari metode pembelajaran dengan cakupan teoretis tertentu. Dilihat dari pendekatannya, pembelajaran terdapat dua jenis pendekatan, yaitu:

(1) pendekatan pembelajaran yang berorientasi atau berpusat pada siswa (student centered approach) dan

 (2) pendekatan pembelajaran yang berorientasi atau berpusat pada guru (teacher centered approach).

Dari pendekatan pembelajaran yang telah ditetapkan selanjutnya diturunkan ke dalam strategi pembelajaran. Newman dan Logan (Abin Syamsuddin Makmun, 2003) mengemukakan empat unsur strategi dari setiap usaha, yaitu :
Mengidentifikasi dan menetapkan spesifikasi dan kualifikasi hasil (out put) dan sasaran (target) yang harus dicapai, dengan mempertimbangkan aspirasi dan selera masyarakat yang memerlukannya.

Mempertimbangkan dan memilih jalan pendekatan utama (basic way) yang paling efektif untuk mencapai sasaran.
Mempertimbangkan dan menetapkan langkah-langkah (steps) yang akan dtempuh sejak titik awal sampai dengan sasaran.

Mempertimbangkan dan menetapkan tolok ukur (criteria) dan patokan ukuran (standard) untuk mengukur dan menilai taraf keberhasilan (achievement) usaha.

Jika kita terapkan dalam konteks pembelajaran, keempat unsur tersebut adalah:
Menetapkan spesifikasi dan kualifikasi tujuan pembelajaran yakni perubahan profil perilaku dan pribadi peserta didik.
Mempertimbangkan dan memilih sistem pendekatan pembelajaran yang dipandang paling efektif.
Mempertimbangkan dan menetapkan langkah-langkah atau prosedur, metode dan teknik pembelajaran.

Menetapkan norma-norma dan batas minimum ukuran keberhasilan atau kriteria dan ukuran baku keberhasilan.

Sementara itu, Kemp (Wina Senjaya, 2008) mengemukakan bahwa strategi pembelajaran adalah suatu kegiatan pembelajaran yang harus dikerjakan guru dan siswa agar tujuan pembelajaran dapat dicapai secara efektif dan efisien.

Selanjutnya, dengan mengutip pemikiran J. R David, Wina Senjaya (2008) menyebutkan bahwa dalam strategi pembelajaran terkandung makna perencanaan. Artinya, bahwa strategi pada dasarnya masih bersifat konseptual tentang keputusan-keputusan yang akan diambil dalam suatu pelaksanaan pembelajaran.

 Dilihat dari strateginya, pembelajaran dapat dikelompokkan ke dalam dua bagian pula, yaitu:
(1) exposition-discovery learning dan
(2) group-individual learning (Rowntree dalam Wina Senjaya, 2008).

Ditinjau dari cara penyajian dan cara pengolahannya, strategi pembelajaran dapat dibedakan antara strategi pembelajaran induktif dan strategi pembelajaran deduktif.

Strategi pembelajaran sifatnya masih konseptual dan untuk mengimplementasikannya digunakan berbagai metode pembelajaran tertentu. Dengan kata lain, strategi merupakan “a plan of operation achieving something” sedangkan metode adalah “a way in achieving something” (Wina Senjaya (2008).

 Jadi, metode pembelajaran dapat diartikan sebagai cara yang digunakan untuk mengimplementasikan rencana yang sudah disusun dalam bentuk kegiatan nyata dan praktis untuk mencapai tujuan pembelajaran.

 Terdapat beberapa metode pembelajaran yang dapat digunakan untuk mengimplementasikan strategi pembelajaran, diantaranya:
1. Ceramah;
2. Demonstrasi;
3. Diskusi;
4. Simulasi;
5. Laboratorium;
6. Pengalaman lapangan;
7. Brainstorming;
8. Debat,
9. Simposium, dan sebagainya.

Selanjutnya metode pembelajaran dijabarkan ke dalam teknik dan gaya pembelajaran.

Dengan demikian, teknik pembelajaran dapat diatikan sebagai cara yang dilakukan seseorang dalam mengimplementasikan suatu metode secara spesifik.

Misalkan, penggunaan metode ceramah pada kelas dengan jumlah siswa yang relatif banyak membutuhkan teknik tersendiri, yang tentunya secara teknis akan berbeda dengan penggunaan metode ceramah pada kelas yang jumlah siswanya terbatas. Demikian pula, dengan penggunaan metode diskusi, perlu digunakan teknik yang berbeda pada kelas yang siswanya tergolong aktif dengan kelas yang siswanya tergolong pasif. Dalam hal ini, guru pun dapat berganti-ganti teknik meskipun dalam koridor metode yang sama.

Sementara taktik pembelajaran merupakan gaya seseorang dalam melaksanakan metode atau teknik pembelajaran tertentu yang sifatnya individual. Misalkan, terdapat dua orang sama-sama menggunakan metode ceramah, tetapi mungkin akan sangat berbeda dalam taktik yang digunakannya.

Dalam penyajiannya, yang satu cenderung banyak diselingi dengan humor karena memang dia memiliki sense of humor yang tinggi, sementara yang satunya lagi kurang memiliki sense of humor, tetapi lebih banyak menggunakan alat bantu elektronik karena dia memang sangat menguasai bidang itu.

 Dalam gaya pembelajaran akan tampak keunikan atau kekhasan dari masing-masing guru, sesuai dengan kemampuan, pengalaman dan tipe kepribadian dari guru yang bersangkutan. Dalam taktik ini, pembelajaran akan menjadi sebuah ilmu sekalkigus juga seni (kiat)

Apabila antara pendekatan, strategi, metode, teknik dan bahkan taktik pembelajaran sudah terangkai menjadi satu kesatuan yang utuh maka terbentuklah apa yang disebut dengan model pembelajaran.

Jadi, model pembelajaran pada dasarnya merupakan bentuk pembelajaran yang tergambar dari awal sampai akhir yang disajikan secara khas oleh guru. Dengan kata lain, model pembelajaran merupakan bungkus atau bingkai dari penerapan suatu pendekatan, metode, dan teknik pembelajaran.

Berkenaan dengan model pembelajaran, Bruce Joyce dan Marsha Weil (Dedi Supriawan dan A.
Benyamin Surasega, 1990) mengetengahkan 4 (empat) kelompok model pembelajaran, yaitu:
(1) model interaksi sosial;
(2) model pengolahan informasi;
 (3) model personal-humanistik; dan
 (4) model modifikasi tingkah laku.

Kendati demikian, seringkali penggunaan istilah model pembelajaran tersebut diidentikkan dengan strategi pembelajaran.

Untuk lebih jelasnya, posisi hierarkis dari masing-masing istilah tersebut, kiranya dapat divisualisasikan sebagai berikut:

Di luar istilah-istilah tersebut, dalam proses pembelajaran dikenal juga istilah desain pembelajaran.

Jika strategi pembelajaran lebih berkenaan dengan pola umum dan prosedur umum aktivitas pembelajaran, sedangkan desain pembelajaran lebih menunjuk kepada cara-cara merencanakan suatu sistem lingkungan belajar tertentu setelah ditetapkan strategi pembelajaran tertentu.
 Jika dianalogikan dengan pembuatan rumah, strategi membicarakan tentang berbagai kemungkinan tipe atau jenis rumah yang hendak dibangun (rumah joglo, rumah gadang, rumah modern, dan sebagainya), masing-masing akan menampilkan kesan dan pesan yang berbeda dan unik. Sedangkan desain adalah menetapkan cetak biru (blue print) rumah yang akan dibangun beserta bahan-bahan yang diperlukan dan urutan-urutan langkah konstruksinya, maupun kriteria penyelesaiannya, mulai dari tahap
awal sampai dengan tahap akhir, setelah ditetapkan tipe rumah yang akan dibangun.

Berdasarkan uraian di atas, bahwa untuk dapat melaksanakan tugasnya secara profesional, seorang guru dituntut dapat memahami dan memliki keterampilan yang memadai dalam mengembangkan berbagai model pembelajaran yang efektif, kreatif dan menyenangkan, sebagaimana diisyaratkan dalam Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan.

Mencermati upaya reformasi pembelajaran yang sedang dikembangkan di Indonesia, para guru atau calon guru saat ini banyak ditawari dengan aneka pilihan model pembelajaran, yang kadang-kadang untuk kepentingan penelitian (penelitian akademik maupun penelitian tindakan) sangat sulit menermukan sumber-sumber literarturnya.

Namun, jika para guru (calon guru) telah dapat memahami konsep atau teori dasar pembelajaran yang merujuk pada proses (beserta konsep dan teori) pembelajaran sebagaimana dikemukakan di atas, maka pada dasarnya guru pun dapat secara kreatif mencobakan dan mengembangkan model pembelajaran tersendiri yang khas, sesuai dengan kondisi nyata di tempat kerja masing-masing, sehingga pada gilirannya akan muncul model-model pembelajaran versi guru yang bersangkutan, yang tentunya semakin memperkaya khazanah model pembelajaran yang telah ada.




Pendekatan Filosofi Pendidikan

1. Pendekatan filosofis
Pendekatan filosofis terhadap pendidikan adalah suatu pendekatan untuk menelaah dan memecahkan masalah-masalah pendidikan dengan menggunakan metode filsafat. Pengetahuan atau teori pendidikan yang dihasilkan dengan pendekatan filosofi disebut filsafat pendidikan. Menurut Henderson (1959), filsafat pendidikan adalah filsafat yang diterapkan/diaplikasikan untuk menelaah dan memecahkan masalah-masalah pendidikan.
Cara kerja dan hasil-hasil filsafat dapat dipergunakan untuk membantu memecahkan masalah dalam hidup dan kehidupan, dimana pendidikan merupakan salah satu kebutuhan penting dari kehidupan manusia. Pendidikan membutuhkan filsafat, karena masalah pendidikan tidak hanya menyangkut pelaksanaan pendidikan semata, yang hanya terbatas pada pengalaman. Dalam pendidikan akan muncul masalah yang lebih luas, kompleks, dan lebih mendalam, yang tidak terbatas oleh pengalaman indrawi maupun fakta-fakta faktual, yang mungkin tidak dapat dijangkau oleh sains pendidikan (science of education). Masalah-masalah tersebut diantaranya adalah tujuan pendidikan yang bersumber dari tujuan hidup manusia dan nilai sebagai pandangan hidup manusia. Nilai dan tujuan hidup memang merupakan suatu fakta, namun pembahasannya tidak bisa dengan menggunakan cara-cara yang dilakukan oleh sains, melainkan diperlukan suatu perenungan yang lebih mendalam.
Tujuan pendidikan senantiasa berhubungan langsung dengan tujuan hidup dan pandangan hidup individu maupun masyarakat yang menyelenggarakan pendidikan. Pendidikan tidak dapat dipahami sepenuhnya tanpa memahami tujuan akhirnya, sehingga hanya tujuanlah yang dapat ditentukan terlebih dahulu dalam pendidikan. Tujuan pendidikan tersebut perlu dipahami dalam kerangka hubungannya dengan tujuan hidup tersebut, baik yang berkaitan dengan tujuan hidup individu maupun kelompok. Si terdidik maupun pendidik secara pribadi memiliki tujuan dan pandangan hidup sendiri, dan sebagai masyarakat atau warga Negara memiliki tujuan hidup bersama.

Kerangka pendidikan filosofis
Karakteristik pendekatan filosofi, seperti halnya pendekatan sains, dapat dilihat dari objek pengkajian, tujuan pengkajian, dan metode kerja pengkajian. Objek pengkajian pendidikan dengan menggunakan pendekatan filosofi, adalah semua aspek pendidikan tidak terbatas pada salah satu saja. Seluruh aspek pendidikan seperti tujuan pendidikan, isi pendidikan, metode pendidikan, pandidik, anak didik, keluarga, masyarakat, merupakan kajian yang komprehensip dari pengkajian filosofi. Pengkajian seperti ini disebut Pengkajian synopsis, yaitu suatu pengkajian yang bersifat merangkum atau mencakup semua aspek pendidikan.
Tujuan akhir suatu pengkajian filosofi dalam pendidikan adalah merumuskan apa dan bagaimana seharusnya tentang pendidikan. Kajian filosofi berusaha merumuskan apa yang dimaksud dengan pendidikan, bagaimana seharusnya tujuan pendidikan, bagaimana seharusnya kurikulum dirumuskan/disusun. Pengkajian seperti itu disebut pengkajian normatif, karena berkaitan dengan norma-norma, nilai-nilai yang berlaku dalam kehidupan manusia, sehingga pengkajian tersebut harus sampai pada suatu rumusan, apa yang seharusnya terjadi dalam pendidikan yang berlangsung dalam kehidupan.
Metode pengkajian filosofi adalah melalui kajian rasional yang mendalam tentang pendidikan dengan menggunakan semua pengalaman manusia dan kemanusiaannya. Oleh karena itu pengalaman kemanusiaan seseorang dapat diterapkan dalam menjelaskan hal-hal yang berkaitan dengan pendidikan.

2. Pendekatan religi
Pendekatan religi terhadap pendidikan, berarti bahwa suatu ajaran religi dijadikan sumber inspirasi untuk menyusun teori atau konsep-konsep pendidikan yang dapat dijadikan landasan untuk melaksanakan pendidikan. Ajaran religi yang berisikan kepercayaan dan nilai-nilai dalam kehidupan, dapat dijadikan sumber dalam menentukan tujuan pendidikan , materi pendidikan, metode, bahkan sampai pada jenis-jenis pendidikan.
Metode yang dipergunakan dalam menyusun teori/konsep pendidikan adalah tesis deduktif. Dikatakan tesis, karena bertolak dari dalil-dalil atau aksioma-aksioma agama yang tidak dapat kita tolak kebenarannya. Dikatakan deduktif, karena teori pendidikan disusun dari prinsip-prinsip yang berlaku umum, diterapkan untuk memikirkan masalah-masalah khusus, ajaran agama yang berlaku umum dijadikan sebagai pangkal; untuk memikirkan prinsip-prinsip pendidikan yang khusus.
Sebagai contoh, teori pendidikan silam akan berangkat dari Al-Quran, sehingga ayat-ayat Al-Quran akan dijadikan landasan dalam keseluruhan system pendidikan. Abdur Rahman Shalih Abdullah (1991) membandingkan teori pendidikan Islam dengan teori sains. Ia mengatakan bahwa teori sains bersifat deskriptif dapat membantu pendidik tidak dipungkiri. Tetapi tidak mungkin dapat menjadi paradigm bagi teori pendidikan, karena dalam pendidikan, teori tidak sekedar menerangkan bagaimana atau mengapa sesuatu peristiwa terjadi. Fungsi teori dalam pendidikan adalah menjadi petunjuk perilaku peserta didik, dalam pendidikan Islam, nilai-nilai Qurani merupakan pembentukan elemen dasar kurikulum, dan sekolah berkepentingan membawa siswa-siswanya agar sesuai dengan nilai-nilai tersebut. Praktik perilaku harus dinilai para pendidik, dan pemberian nilai tidak bisa dibatasi pada penemuan-penemuan ilmiah.
Lebih jauh Shalih Abdullah mengemukakan bahwa, jika kita menerima teori sains sebagai paradigma bagi pendidikan, berarti kita harus meninggalkan seluruh fakta-fakta metafisik (gaib) Al-Quran. Sains hanya berkepentingan dengan fakta-fakta yang dapat dilihat. Sains tidak mampu menyentuh elemen-elemen yang tidak dapat diobsesi dan diukur. Indera dan rasa bukan satu-satunya alat untuk memperoleh pengetahuan. Al-Quran merupakan “kitab wahyu” dari Allah, dan sains tidak akan mampu mengujinya secara empiris, dan secara keseluruhan. Surat Al-Baqarah ayat 3 yang mengungkapkan keyakinan orang mukmin terhadap segala yang gaib, mendahului referensi terhadap perilaku yang dapat diobservasi. Orang mukmin menerima system etika Islam yang bersumber dari Al-Quran, karena datang dari Allah Yang Maha Gaib, yang diyakininya sebagai system etika terbaik bukan hasil temuan empiris, bukan hasil eksperimen sains.
Teori pendidikan Islam merupakan teori yang terintegratif yang berdasarkan pada prinsip-prinsip Qurani. Teori pendidikan Islam tidak akan bertentangan dengan hasil-hasil sains, bahkan dapat menerima dan memanfaatkan bagian-bagian dari sains bagi pelaksanaan operasional pendidikan. Dalam hubungan ini Shalih Abdullah mengemukakan :
Jika prinsip-prinsip yang diderivasi dari bidang-bidang ilmu lain diadopsi ke dalam pandangan Qurani, maka tiada bakal muncul kontradiksi antara apa yang diajarkan mengenai penciptaan manusia pertama dimuka bumi dengan apa yang diajarkan biologi. Karena keseluruh prinsip terkait erat, teori pendidikan Islam dapat digambarkan sebagai teori yang terintegrasi, dimana prinsip-prinsip Quran membentuk intinya. Disebabkan Al-Quran mengandung satu kesatuan pandangan tentang manusia dan alam, teori pendidikan yang berdasar kepadanya harus pula begitu.

Al-Quran memberikan landasan pemikiran yang berkaitan dengan manusia, siapa manusia, dari mana manusia, dan mau kemana manusia, serta harus bagaimana manusia berbuat dalam kehidupan didunia ini. Dalam hal ini, Al-Quran menyediakan lapangan yang komprehensif universal tentang landasan dan tujuan hidup manusia, yang sangat bermanfaat bagi para ahli pendidikan untuk menyusun dasar dan tujuan pendidikan yang luas dan umum sifatnya. Untuk mengklasifikasikan tujuan tersebut kepada tujuan-tujuan yang lebih khusus, dan materi apa yang cocok pada tiap tingkat tujuan tadi, para ahli pendidikan dapat memanfaatkan temuan-temuan sains, seperti hasil temuan dalam psikologi, sosiologi, sains-sains fisik, dan cabang-cabang sains lainnya.
Teori pendidikan dengan pendekatan religi, hanya akan diikuti oleh kelompoknya, atau atau para penganutnya yang sudah meyakini dan mengimani kebenaran ajaran religi tersebut.

3. Pendekatan Multi Disiplin
Untuk menghasilkan suatu konsep yang komperhensif dan menyeluruh dalam mempelajari pendidikan kita bisa hanya dengan menggunakan salah satu pendekatan atau disiplin saja. Misalnya kita hanya menggunakan psikologi, sosiologi, filsafat, atau hanya dengan pendekatan religi. Pendidikan yang memiliki lapangan yang sangat luas, menyangkut semua pengalaman dan pemikiran manusia tentang pendidikan tidak mungkin kalau hanya dilihat dari salah satu aspek, atau dari salah satu kajian saja.
Jadi, pendekatan yang perlu kita lakukan adalah pendekatan yang menyeluruh (pendekatan holistik), pendekatan multi disiplin yang terpadu. Pendekatan filosofis, pendekatan sains, pendekatan religi, dan mungkin pendekatan seni, kita menggunakan secara terpadu tidak berdiri masing-masing secara terpisah. Antara pendekatan yang satu dengan pendekatan yang lainnya harus memiliki hubungan yang komplementer, saling melengkapi satu dengan yang lainnya.

5. Pendekatan dalam Penulisan
 Tulisan dalam buku ini mencoba untuk mengkaji salah satu pendekatan di atas, yaitu pendekatan secara filosofis. Pendekatan filosofis jelas akan menggunakan landasan pemikiran filsafat. Filsafat yang berarti cinta akan kebijaksanaan dalam arti yang seluas-luasnya, merupakan pengetahuan yang menyangkut ide yang tinggi bagi manusia. Filsafat merupakan hasil pemikiran manusia ada semua aspek kehidupan dalam hubungannya dengan alam semesta. Berfilsafat berarti berpikir yang dilakukan manusia secara radikal, sistematis, dan universal. Berfilsafat dan hasil berfilsafat tersebut dapat diterapkan dalam aspek-aspek kehidupan manusia, termasuk dalam pendidikan.
Manusia mulai berfilsafat, apabila ia berpikir lebih teliti dan teratur untuk memecahkan masalah-masalah hidup dan kehidupan yang hakiki. Oleh karena itu, berfilsafat pada hakikatnya mengemukakan pandangan-pandangan yang menyeluruh, komperhensif, sampai keakar-akarnya tentang segala sesuatu.
Filsafat tidak hanya melahirkan pengetahuan baru, melainkan juga melahirkan filsafat pendidikan. Filsafat pendidikan adalah filsafat terapan untuk memecahkan masalah-masalah pendidikan yang dihadapi. John Dewey (1964), seorang pragmatis, berpendapat bahwa, filsafat merupakan teori umum tentang pendidikan. Filsafat sebagai suatu sistem berpikir akan menjawab persoalan-persoalan pendidikan yang bersifat filosofis dan memerlukan jawaban filosofis pula.
Filsafat sebagai suatu sistem berpikir memiliki cabang-cabang yang terdiri atas: metafisika, epistemologi, dan aksiologi. Cabang-cabang tersebut dapat mendasari berbagai pemikiran tentang pendidikan. Metafisika memberikan sumbangan dalam membahas hakikat manusia pada umumnya, khususnya yang berkaitan dengan hakikat anak, yang bermanfaat dalam menentukan tujuan akhir pendidikan. Epistemologi sebagai teori pengetahuan, tidak hanya menentukan pengetahuan mana yang harus dipelajari, bertugas juga dalam menentukan bagaimana seharusnya guru mengajar. Aksiologi akan menentukan nilai-nilai mana yang baik maupun tidak baik, yang langsung atau tidak langsung dapat menentukan perbuatan pendidikan. Mempelajari metafisika perlu sekali untuk mengontrol secara implisit tujuan pendidikan dan untuk mengetahui bagaimana dunia anak.
Epistemologi (teori pengetahuan) diperlukan karena guru tidak hanya harus mengetahui bagaimana murid belajar, melainkan juga bagaimana murid belajar. Guru harus mengetahui persoalan belajar, karena dapat mengembangkan kurikulum, proses dan metode belajar. Aksiologi (teori nilai) sangat dibutuhkan dalam filsafat pendidikan, karena pendidikan harus menentukan nilai-nilai mana yang akan ditempuh, sebelum kegiatan dilakukan, nilai-nilai mana yang akan dicapai dengan proses pendidikan tersebut, disadari atau tidak, pendidikan akan berhubungan dengan nilai, dan guru seharusnya menyadari akan nilai-nilai tersebut.
Kajian dalam sejarah filsafat menunjukan, bahwa tidak hanya satu filsafat yang kita ketahui, melainkan banyak juga jenis aliran atau pandangan filsafat yang kita temukan. Dalam filsafat kita temukan ada aliran idealisme, realisme, materialisme, pragmatisme, dan sebagainya. Peranan filsafat yang mendasari berbagai aspek pendidikan dan system pendidikan, sudah barang tentu merupakan suatu sumbangan yang sangat berharga dalam pengembangan pendidikan, baik secara teoritis maupun praktis.
Hubungan antara filsafat dan pendidikan dapat ditunjukan dengan adanya kenyataan, bahwa persoalan-persoalan utama dalam filsafat merupakan landasan utama dalam pendidikan. Seperti siapa manusia, mau kemana manusia, untuk apa manusia hidup, akan dijadikan landasan untuk menentukan kebijakan-kebijakan dalam pendidikan.
Menurut Brubacher (1959), terdapat tiga prinsip filsafat yang berkaitan dengan pendidikan, yaitu :
1) Persoalan etika atau teori nilai;
2) Persoalan epistemology atau teori pengetahuan;
3) Persoalan metafisika atau teori hakekat realitas.
Untuk menentukan tujuan pendidikan, motivasi belajar, mengukur hasil, kita akan berhubungan dengan dunia nilai. Persoalan kurikulum akan berkaitan dengan epistemologi, sedangkan pembahasan tentang hakikat realitas, pandangan tentang hakikat dunia dan hakikat manusia khususnya, diperlukan dalam menentukan tujuan akhir pendidikan.
Diatas telah dijelaskan bahwa filsafat pendidikan merupakan aplikasi filsafat terhadap pendidikan, sedangkan filsafat terdiri dari berbagai aliran/mazhab, maka dalam filsafat pendidikan pun kita akan temukan berbagai aliran filsafat pendidikan, selaras dengan aliran yang kita temukan dalam filsafat.
Dalam tulisan ini penulis akan mencoba menguraikan berbagai aliran filsafat pendidikan, diantaranya idealisme, realisme, materialisme, pragmatisme, dan eksistensialisme. Selain itu, akan dibahas pula teori-teori pendidikan yang dilandasi filsafat idealisme, realisme, pragmatisme. Pembahasan ini pada dasarnya merupakan pengembangan pemikiran dari filsafat-filsafat pendidikan di atas. Teori-teori pendidikan tersebut diantaranya esensialisme, progresivisme, dan rekonstruksionisme.
Untuk memahami konsep pendidikan progresivisme dan rekontruksionisme perlu dipahami filsafat dan filsafat pendidikan pragmatisme. Karena, kedua konsep pendidikan tersebut merupakan pengembangan dan modifikasi dari filsafat pendidikan pragmatisme. Dalam mempelajari konsep pendidikan perenialisme perlu dipahami filsafat dan filsafat pendidikan idealism dan realism klasik, serta temisme dan Thomas Aquino. Untuk memahami konsep pendidikan esensialisme juga perlu dipahami dilsafat idealism maupun realisme, karena esensialisme dilandasi oleh filsafat idealisme atau realisme, dan mungkin juga oleh keduanya. Konsep-konsep pendidikan dari berbagai aliran diatas berbeda-beda. Misalnya perenialisme dan esensialisme lahir sebagai reaksi terhadap filsafat pendidikan progresivisme, pragmatisme. Tetapi esensialisme tidak ekstrim menolak progresivisme, berbeda dengan perenialisme. Perenialisme menolak semua pandangan progrevisme.
Dari uraian diatas, kita menyadari betapa beraneka ragamnya filsafat pendidikan. Bagi orang yang berkiprah dalam bidang pendidikan, kiranya perlu untuk memahami berbagai pandangan tentang pendidikan tersebut, untuk menambah dan memperluas wawasan tentang hakikat pendidikan, serta menambah dan memperluas wawasan tentang dunia dan manusia, khususnya anak didik dan peserta didik yang akan menjadi subjek pendidikan. Kita harus mampu melihat apa yang terbaik dari berbagai pandangan tersebut, terutama dalam rangka pengembangan filsafat pendidikan sendiri, yaitu filsafat pendidikan Pancasila.
Kita mempelajari berbagai system filsafat dan filsafat pendidikan, adalah dalam rangka menyempurnakan dan memperluas wawasan system pendidikan nasional yang bersumber dari falsafah bangsa, pandangan hidup bangsa, yaitu Pancasila. Jadi yang penting bagi kita, bagaimana mencari persesuaian di antara berbagai filsafat pendidikan yang berbeda, sesuai dengan pemikiran bahwa Pancasila merupakan falsafah hidup yang terbuka. Mempelajari berbagai filsafat pendidikan tidak harus dengan begitu saja menerapkan kedalam praktik pendidikan di Indonesia. Namun, kita harus dengan kritis (critical) mengkaji aliran mana yang sesuai dan cocok dengan falsafah pendidikan yang bersumber pada Pancasila.


Metode Pembelajaran Klasikal

A. Latar Belakang

Group presentation adalah kegiatan penyampaian pelajaran kepada sejumlah siswa, yang biasanya dilakukan oleh pengajar dengan berceramah di kelas. Model pembelajaran individual menurut Nasution (2000) lebih sukar di jalankan daripada model Pengajaran klasikal. Pembelajaran klasikal mencerminkan kemampuan utama guru. karena pembelajaran klisikal ini merupakan kegiatan belajar dan mengajar yang tergolong efisien. Pembelajaran secara klasikal ini berarti bahwa seorang guru melakukan dua kegiatan skaligus yaitu mengelolah kelas dan mengelolah pembelajaran. Pengelolan kelas adalah penciptaan kondisi yang memungkinkan terselenggaranya kegiatan pembelajaran secara baik dan meyenangkan yang di lakukan di dalam kelas. Dikuti sejumlah siswa yang di bimbing oleh seorang guru.
Model ini sering juga disebut “Classroom Management Model” model ini memiliki karesteristik yang memberikan serta pencapaian keterampilan social.

B. Permasalahan
Guru mencoba menyesuaikan pengajarannya dengan kemampuan rata-rata, ia tahu bahwa ia terpakasa menghambat kemajuan anak-anak yang cepay serta penting untuk di ketahui bagi setiap guru agar ia dapat menentukan solusi yang paling arif. Walaupun pelajaran klasikal sangat umum di jalankan ini tidak berarti bahwa perbedaan individu dapat di abaikan.
BAB II
PEMBAHASAN

A. Model Pembelajaran Klasikal

Pembelajaran klasikal mencerminkan kemampuan utama guru, karena pembelajaran klisikal ini merupakan kegiatan belajar dan mengajar yang tergolong efisien. Pembelajaran secara klasikal ini berarti bahwa seorang guru melakukan dua kegiatan skaligus yaitu mengelolah kelas dan mengelolah pembelajaran. Pengelolan kelas adalah penciptaan kondisi yang memungkinkan terselenggaranya kegiatan pembelajaran secara baik dan meyenangkan yang di lakukan di dalam kelas. Di ikuti sejumlah siswa yang di bimbing oleh seorang guru.
Dalam hal ini guru di tuntut kemampuannya mengunkan tehnik-tehnik penguatan dalam pembelajaran agar ketertiban belajar dapat di wujudkan. Pengajaran klasikal dirasa lebih sesuai dengan kurikulum yang uniform. Yang dunilai melalui ujian yang uniform pula. Hasil penelitian J. H. Pesta Lozzi (1746-1827) mengejarkan bermacam-macam mata pelajaran pertukaran di sekolah sejak pesta lozzi pengajaran individual oleh seorang tutor. Pengajaran klasikal merupakan keharusan dalam menghadapi sejumlah murid yang membanjiri sekolah akibat demokrasi, indusrilisasi, pemeretaan, dan pendidikan atau kewajiban belajar. Dengan sendirinya di cari usaha untuk memperbaiki Pengajaran klasikal itu. Kurikulum di jadikan uniform bagi seluruh Negara, ujian akhir dan tes masuk sedapat masuk disamakan untuk semua jenis sekoah.
Buku pelajaran yang diterbitkan oleh pemerintah sama bagi semua. Bila di ijinkan buku-buku lain dapat digunakan asalkan dasarnya sama yaitu mengacu pada kurikulum yang telah ditentukan oleh pemerintah. Dicari metode pendidikan klasikal yang efektif dan paling baik bagi kelas atau kelompok guru yang di persiapkan adalah guru yang baik bagi kelas atau di akui sebagai tokoh yang melahirkan gagasan besar tentang pendidikan antara lain :
1. Mendemokrasikan Pendidikan dengan menyatakan adalah hak mutlak dari setiap anak untuk setiap anak untuk mengembangkan pootensi dirinya sepenuhnya.
2. Mempsikologikan pendidikan yaitu teori dan praktek pendidikan harus didasarakan pada psikologi atau ilmu tentang karesteriski jiwa individu manusia.
3. Mendasarkan pendidikan pada perkembangan organic dari pada pemindahan-pemindahan gagasan.
4. Pendidikan mulai dengan presepsi tentang objek-objek yang konsrif, pembentukan tindakan-tindakan yang kongkrit dan pengalaman terhadap respon-respon emosional yang actual.
5. Perkembangan adalah sebuah pembangunan potensi secara berangsur-angsur setiap bentuk pengajaran harus dilakukan secara berlahan-lahan, melalui perjalan berangur-angsur sesuai pemekaran dengan kemampuan-kemampuan dari anak.
6. Perasan-perasan keagamaan di bentuk mendahului dari kata-kata atau symbol-simbol yang di miliki anak.
7. Perlu ada pandangan yang refosioner tentang disiplin yang didasarkan pada kemauan baik dan kerja sama antara pelajar dengan pengajar.
8. Diperlukan alat baru dalam pendidikan guru dan studi tentang pendidikan sebagai sebuah ilmu (Mudyaharjo, 2001:121).
Pendapat pesta lozzi tersebut implementasinya dalam pendidikan dilakukan dalam Pengajaran klasikal jangan sampai merugikan bagi kepentingan anak sebagai individu dalam belajar, hal yang diperhatikan adalah kelas sebagai keseluruhan.
Nasution (2000:41) berpendapat justru lebih di perhatikan perbedaan individual, yaitu guru dengan sadar memaksa dirinya member perhatian pada setiap anak secara individual dikelasnya. Kegiatan-kegiatan belajar yang bersifat menerima atau menghafal pada umumnya di berikan secara klasikal. Siswa yang berjumlah kurang lebih 30 atau 40 orang siswa, pada waktu yang sama merima bahan yang sama, umumnya kegiatan diberikan dalam bentuk ceramah. Dalam mengikuti kegian belajar ini murid-murid dituntut untuk selalu memusatkan perhatian terhadap pelajaran, kelas harus sunyi dan semua murid duduk di tempat msing-masing mengikuti uraian guru. Pengelolaan pembelajaran yang bertujuan untuk mencapai tujuan belajar, dapat dilakukan mel;alui tindakan penciptaan suasana menyenangkan dalam belajar ini dilakukan dengan pemusatan perhatian pada bahan pelajaran dengan mnegunakan pendekatan yang sesuai dengan materi pelajaran, dan mengikutsertakan siswa secara aktif sesuai dengan kondisi siswa.
Belajar secara klasikal cenderung menempatkan siswa dalam posisi pasif, sebagai penerima bahan ajaran. Upanya mengaktifkan siswa dapat menggunakan metode Tanya jawab, demonstrasi, diskusi dan lain-lain yang sesuai dengan para murid-muridnya sehubungan dengan hal itu Pesta Lozzi mengatakan tujuan pendidikan adalah tercapainyai perkembangan anak yang serasi mengenai tenaga dan daya jiwa. Untuk membantu peserta didik memikul tanggung jawab atas perilakunya dan tanggung jawab socialnya sehingga dapat digunakan dalam lingkungan kelas. Model ini dalam kelas diwujudkan bentuk suatu pertemuan dimana kelompok bertanggung jawab untuk membangun system social yang sama.




















Manajemen Berbasis Sekolah

PENDAHULUAN


Secara termilogi dapat dikemukakan pengertian sebagai berikut :
Hani Handoko mengutip pendapat Stoner memberikan pengertian manajemen sebagai berikut “manajemen sebagai proses perencanaan, pengorganisasian, pengarahan, pengawasan usaha-usaha para anggota organisasi dan penggunaan sumberdaya-sumberdaya organisasi lainnya agar mencapai tujuan organisasi yang telah ditetapkan.



A. Orientasi Manajemen
1. Pengertian Manajemen
Secara etomologis manajemen berasal dari bahasa Inggris dari kata kerja “to manage” yang sinonimnya antar lain “to hand”, berarti “mengurus”, “to control” berarti memeriksa, “to claide” berarti memimpin.
Secara termologi dapat di kemukakan pengertian sebagai berikut : Hani Handoko mengutip pendapat Stoner memberikan pengertian manajemen sebagai berikut : “Manajemen sebagai proses perencanaan, pengorganisasian, pengarahan, pengawasan usaha-usaha para anggota organisasi dan penggunaan sumberdaya-sumberdaya organisasi lainnya agar mencapai tujuan organisasi yang telah ditetapkan.
Menurut Ou Liang Lie dalam bukunya Agus Sabari mendefenisikan “manajemen adalah ilmu dan seni perencanaan, pengorganisasian, pengerahan, pengkordinasian dan pengawasan sumber daya manusia dan alam terutama sumber daya manusia untuk mencapai tujuan yang telah ditentukan.
Manajemen pendidikan merupakan suatu sistem pengelolaan yaitu adanya saling ketergantungan antara faktor, sumber daya pendidikan, seperti tenaga pendidik, peserta didik, masyarakat, kurikulum dana (keuangan), sarana dan prasarana pendidikan, tata laksana pendidikan.

2. Fungsi-Fungsi Manajemen
Pada dasarnya manajemen memiliki fungsi-fungsi yang mengarah pada pencapaian tujuan pendidikan, akan tetapi para ahli dalam memberikan perincian memiliki perbedaan antara lain dengan lainnya, perbedaan tersebut disebabkan oleh perbedaan sudut pandang antara satu ahli dengan ahli lainnya. Perbedaan ini dapat dilihat pada beberapa unsur manajemen yang dijadikan sebagai prinsip pokok, sebagai contoh unsur actuating (pelaksanaan) dan unsur coordinating (koordinasi) ada yang memasukan sebagai unsur pokok manajemen ada yang menghilangkan dengan alas an telah diwakili oleh unsur lain.

B. Pengertian Manajemen Berbasis Sekolah
1. Pengertian
Istilah manajemen berbasisi sekolah berasal dari 3 kata, yaitu manajemen berbasis, dan sekolah. Manajemen adalah pengkoordinasian dan penyerasian sumber daya melalui jumlah input manajemen untuk mencapai tujuan atau untuk memenuhi kebutuhan pelanggan. Catatan : sumber daya terbagi atas sumber daya manusia, dan sumber daya selebihnya (peralatan, perlengkapan, bahan / material, dan uang), input manajemen terdiri dari tugas, rencana, program, limitasi yang terwujud dalam bentuk ketentuan-ketentuan pengendalian (tindakan turun tangan), dan kesan dari anak buah ke Ibu / Bapak buah.
Dari uraian tersebut dapat dirangkum bahwa “manajemen berbasisi sekolah” adalah pengkoordinasian dan penyerasian sumber daya yang dilakukan secara otomatis (mandiri) oleh sekolah melalui sejumlah input manajemen untuk mencapai tujuan sekolah dalam kerangka pendidikan nasional, dengan melibatkan semua kelompok kepentingan yang terkait dengan sekolah secara lansung dalam proses pengambilan keputusan (partisipatif).

2. Tujun MBS
Manajemen berbasis sekolah bertujuan untuk “memberdayakan” sekolah, terutama sumber daya manusianya (kepala sekolah, guru, kariawan, siswa, orang tua siswa, dan masyarakat sekitarnya), melalui pemberian kewenangan, fleksibilitas, dan sumber daya lain untuk memecahkan persoalan yang dihadapi oleh sekolah yang bersangkutan.


3. Manfaat MBS
MBS memberikan kebebasan dan kekuasaan yang besar pada sekolah, seperangkat tanggung jawab. Dengan adanya otonomi yang diberikan tanggung jawab pengelolaan sumber daya dan pengembangan strategi MBS sesuai kondisi setempat, sekolah dapat meningkatkan kesejahteraan guru sehingga dapat lebih berkonsentrasi pada tugas.


PENUTUP


A. Kesimpulan
Manajemen berbasis sekolah adalah pengkoordinasian dan penyerasian sumber daya yang dilakukan secara otomatis (mandiri) oleh sekolah oleh sejumlah input manajemen untuk mencapai suatu tujuan sekolah dalam kerangka pendidikan nasional.



DAFTAR PUSTAKA


Agus Sabardi. Dasar-Dasar Manajemen. Yogyakarta. Penerbit STIE Yogyakarta. 1992.
B Suryo Subioto. Dimensi-Dimensi Pendidikan Di Sekolah. Jakarta Bina Aksara.
Burhanuddin. Analisa Administrasi, Manajemen dan Kepemimpinan Pendidikan. Jakarta : Bumi Aksara, 1994.