Jumat, 25 Desember 2009

Pendekatan Filosofi Pendidikan

1. Pendekatan filosofis
Pendekatan filosofis terhadap pendidikan adalah suatu pendekatan untuk menelaah dan memecahkan masalah-masalah pendidikan dengan menggunakan metode filsafat. Pengetahuan atau teori pendidikan yang dihasilkan dengan pendekatan filosofi disebut filsafat pendidikan. Menurut Henderson (1959), filsafat pendidikan adalah filsafat yang diterapkan/diaplikasikan untuk menelaah dan memecahkan masalah-masalah pendidikan.
Cara kerja dan hasil-hasil filsafat dapat dipergunakan untuk membantu memecahkan masalah dalam hidup dan kehidupan, dimana pendidikan merupakan salah satu kebutuhan penting dari kehidupan manusia. Pendidikan membutuhkan filsafat, karena masalah pendidikan tidak hanya menyangkut pelaksanaan pendidikan semata, yang hanya terbatas pada pengalaman. Dalam pendidikan akan muncul masalah yang lebih luas, kompleks, dan lebih mendalam, yang tidak terbatas oleh pengalaman indrawi maupun fakta-fakta faktual, yang mungkin tidak dapat dijangkau oleh sains pendidikan (science of education). Masalah-masalah tersebut diantaranya adalah tujuan pendidikan yang bersumber dari tujuan hidup manusia dan nilai sebagai pandangan hidup manusia. Nilai dan tujuan hidup memang merupakan suatu fakta, namun pembahasannya tidak bisa dengan menggunakan cara-cara yang dilakukan oleh sains, melainkan diperlukan suatu perenungan yang lebih mendalam.
Tujuan pendidikan senantiasa berhubungan langsung dengan tujuan hidup dan pandangan hidup individu maupun masyarakat yang menyelenggarakan pendidikan. Pendidikan tidak dapat dipahami sepenuhnya tanpa memahami tujuan akhirnya, sehingga hanya tujuanlah yang dapat ditentukan terlebih dahulu dalam pendidikan. Tujuan pendidikan tersebut perlu dipahami dalam kerangka hubungannya dengan tujuan hidup tersebut, baik yang berkaitan dengan tujuan hidup individu maupun kelompok. Si terdidik maupun pendidik secara pribadi memiliki tujuan dan pandangan hidup sendiri, dan sebagai masyarakat atau warga Negara memiliki tujuan hidup bersama.

Kerangka pendidikan filosofis
Karakteristik pendekatan filosofi, seperti halnya pendekatan sains, dapat dilihat dari objek pengkajian, tujuan pengkajian, dan metode kerja pengkajian. Objek pengkajian pendidikan dengan menggunakan pendekatan filosofi, adalah semua aspek pendidikan tidak terbatas pada salah satu saja. Seluruh aspek pendidikan seperti tujuan pendidikan, isi pendidikan, metode pendidikan, pandidik, anak didik, keluarga, masyarakat, merupakan kajian yang komprehensip dari pengkajian filosofi. Pengkajian seperti ini disebut Pengkajian synopsis, yaitu suatu pengkajian yang bersifat merangkum atau mencakup semua aspek pendidikan.
Tujuan akhir suatu pengkajian filosofi dalam pendidikan adalah merumuskan apa dan bagaimana seharusnya tentang pendidikan. Kajian filosofi berusaha merumuskan apa yang dimaksud dengan pendidikan, bagaimana seharusnya tujuan pendidikan, bagaimana seharusnya kurikulum dirumuskan/disusun. Pengkajian seperti itu disebut pengkajian normatif, karena berkaitan dengan norma-norma, nilai-nilai yang berlaku dalam kehidupan manusia, sehingga pengkajian tersebut harus sampai pada suatu rumusan, apa yang seharusnya terjadi dalam pendidikan yang berlangsung dalam kehidupan.
Metode pengkajian filosofi adalah melalui kajian rasional yang mendalam tentang pendidikan dengan menggunakan semua pengalaman manusia dan kemanusiaannya. Oleh karena itu pengalaman kemanusiaan seseorang dapat diterapkan dalam menjelaskan hal-hal yang berkaitan dengan pendidikan.

2. Pendekatan religi
Pendekatan religi terhadap pendidikan, berarti bahwa suatu ajaran religi dijadikan sumber inspirasi untuk menyusun teori atau konsep-konsep pendidikan yang dapat dijadikan landasan untuk melaksanakan pendidikan. Ajaran religi yang berisikan kepercayaan dan nilai-nilai dalam kehidupan, dapat dijadikan sumber dalam menentukan tujuan pendidikan , materi pendidikan, metode, bahkan sampai pada jenis-jenis pendidikan.
Metode yang dipergunakan dalam menyusun teori/konsep pendidikan adalah tesis deduktif. Dikatakan tesis, karena bertolak dari dalil-dalil atau aksioma-aksioma agama yang tidak dapat kita tolak kebenarannya. Dikatakan deduktif, karena teori pendidikan disusun dari prinsip-prinsip yang berlaku umum, diterapkan untuk memikirkan masalah-masalah khusus, ajaran agama yang berlaku umum dijadikan sebagai pangkal; untuk memikirkan prinsip-prinsip pendidikan yang khusus.
Sebagai contoh, teori pendidikan silam akan berangkat dari Al-Quran, sehingga ayat-ayat Al-Quran akan dijadikan landasan dalam keseluruhan system pendidikan. Abdur Rahman Shalih Abdullah (1991) membandingkan teori pendidikan Islam dengan teori sains. Ia mengatakan bahwa teori sains bersifat deskriptif dapat membantu pendidik tidak dipungkiri. Tetapi tidak mungkin dapat menjadi paradigm bagi teori pendidikan, karena dalam pendidikan, teori tidak sekedar menerangkan bagaimana atau mengapa sesuatu peristiwa terjadi. Fungsi teori dalam pendidikan adalah menjadi petunjuk perilaku peserta didik, dalam pendidikan Islam, nilai-nilai Qurani merupakan pembentukan elemen dasar kurikulum, dan sekolah berkepentingan membawa siswa-siswanya agar sesuai dengan nilai-nilai tersebut. Praktik perilaku harus dinilai para pendidik, dan pemberian nilai tidak bisa dibatasi pada penemuan-penemuan ilmiah.
Lebih jauh Shalih Abdullah mengemukakan bahwa, jika kita menerima teori sains sebagai paradigma bagi pendidikan, berarti kita harus meninggalkan seluruh fakta-fakta metafisik (gaib) Al-Quran. Sains hanya berkepentingan dengan fakta-fakta yang dapat dilihat. Sains tidak mampu menyentuh elemen-elemen yang tidak dapat diobsesi dan diukur. Indera dan rasa bukan satu-satunya alat untuk memperoleh pengetahuan. Al-Quran merupakan “kitab wahyu” dari Allah, dan sains tidak akan mampu mengujinya secara empiris, dan secara keseluruhan. Surat Al-Baqarah ayat 3 yang mengungkapkan keyakinan orang mukmin terhadap segala yang gaib, mendahului referensi terhadap perilaku yang dapat diobservasi. Orang mukmin menerima system etika Islam yang bersumber dari Al-Quran, karena datang dari Allah Yang Maha Gaib, yang diyakininya sebagai system etika terbaik bukan hasil temuan empiris, bukan hasil eksperimen sains.
Teori pendidikan Islam merupakan teori yang terintegratif yang berdasarkan pada prinsip-prinsip Qurani. Teori pendidikan Islam tidak akan bertentangan dengan hasil-hasil sains, bahkan dapat menerima dan memanfaatkan bagian-bagian dari sains bagi pelaksanaan operasional pendidikan. Dalam hubungan ini Shalih Abdullah mengemukakan :
Jika prinsip-prinsip yang diderivasi dari bidang-bidang ilmu lain diadopsi ke dalam pandangan Qurani, maka tiada bakal muncul kontradiksi antara apa yang diajarkan mengenai penciptaan manusia pertama dimuka bumi dengan apa yang diajarkan biologi. Karena keseluruh prinsip terkait erat, teori pendidikan Islam dapat digambarkan sebagai teori yang terintegrasi, dimana prinsip-prinsip Quran membentuk intinya. Disebabkan Al-Quran mengandung satu kesatuan pandangan tentang manusia dan alam, teori pendidikan yang berdasar kepadanya harus pula begitu.

Al-Quran memberikan landasan pemikiran yang berkaitan dengan manusia, siapa manusia, dari mana manusia, dan mau kemana manusia, serta harus bagaimana manusia berbuat dalam kehidupan didunia ini. Dalam hal ini, Al-Quran menyediakan lapangan yang komprehensif universal tentang landasan dan tujuan hidup manusia, yang sangat bermanfaat bagi para ahli pendidikan untuk menyusun dasar dan tujuan pendidikan yang luas dan umum sifatnya. Untuk mengklasifikasikan tujuan tersebut kepada tujuan-tujuan yang lebih khusus, dan materi apa yang cocok pada tiap tingkat tujuan tadi, para ahli pendidikan dapat memanfaatkan temuan-temuan sains, seperti hasil temuan dalam psikologi, sosiologi, sains-sains fisik, dan cabang-cabang sains lainnya.
Teori pendidikan dengan pendekatan religi, hanya akan diikuti oleh kelompoknya, atau atau para penganutnya yang sudah meyakini dan mengimani kebenaran ajaran religi tersebut.

3. Pendekatan Multi Disiplin
Untuk menghasilkan suatu konsep yang komperhensif dan menyeluruh dalam mempelajari pendidikan kita bisa hanya dengan menggunakan salah satu pendekatan atau disiplin saja. Misalnya kita hanya menggunakan psikologi, sosiologi, filsafat, atau hanya dengan pendekatan religi. Pendidikan yang memiliki lapangan yang sangat luas, menyangkut semua pengalaman dan pemikiran manusia tentang pendidikan tidak mungkin kalau hanya dilihat dari salah satu aspek, atau dari salah satu kajian saja.
Jadi, pendekatan yang perlu kita lakukan adalah pendekatan yang menyeluruh (pendekatan holistik), pendekatan multi disiplin yang terpadu. Pendekatan filosofis, pendekatan sains, pendekatan religi, dan mungkin pendekatan seni, kita menggunakan secara terpadu tidak berdiri masing-masing secara terpisah. Antara pendekatan yang satu dengan pendekatan yang lainnya harus memiliki hubungan yang komplementer, saling melengkapi satu dengan yang lainnya.

5. Pendekatan dalam Penulisan
 Tulisan dalam buku ini mencoba untuk mengkaji salah satu pendekatan di atas, yaitu pendekatan secara filosofis. Pendekatan filosofis jelas akan menggunakan landasan pemikiran filsafat. Filsafat yang berarti cinta akan kebijaksanaan dalam arti yang seluas-luasnya, merupakan pengetahuan yang menyangkut ide yang tinggi bagi manusia. Filsafat merupakan hasil pemikiran manusia ada semua aspek kehidupan dalam hubungannya dengan alam semesta. Berfilsafat berarti berpikir yang dilakukan manusia secara radikal, sistematis, dan universal. Berfilsafat dan hasil berfilsafat tersebut dapat diterapkan dalam aspek-aspek kehidupan manusia, termasuk dalam pendidikan.
Manusia mulai berfilsafat, apabila ia berpikir lebih teliti dan teratur untuk memecahkan masalah-masalah hidup dan kehidupan yang hakiki. Oleh karena itu, berfilsafat pada hakikatnya mengemukakan pandangan-pandangan yang menyeluruh, komperhensif, sampai keakar-akarnya tentang segala sesuatu.
Filsafat tidak hanya melahirkan pengetahuan baru, melainkan juga melahirkan filsafat pendidikan. Filsafat pendidikan adalah filsafat terapan untuk memecahkan masalah-masalah pendidikan yang dihadapi. John Dewey (1964), seorang pragmatis, berpendapat bahwa, filsafat merupakan teori umum tentang pendidikan. Filsafat sebagai suatu sistem berpikir akan menjawab persoalan-persoalan pendidikan yang bersifat filosofis dan memerlukan jawaban filosofis pula.
Filsafat sebagai suatu sistem berpikir memiliki cabang-cabang yang terdiri atas: metafisika, epistemologi, dan aksiologi. Cabang-cabang tersebut dapat mendasari berbagai pemikiran tentang pendidikan. Metafisika memberikan sumbangan dalam membahas hakikat manusia pada umumnya, khususnya yang berkaitan dengan hakikat anak, yang bermanfaat dalam menentukan tujuan akhir pendidikan. Epistemologi sebagai teori pengetahuan, tidak hanya menentukan pengetahuan mana yang harus dipelajari, bertugas juga dalam menentukan bagaimana seharusnya guru mengajar. Aksiologi akan menentukan nilai-nilai mana yang baik maupun tidak baik, yang langsung atau tidak langsung dapat menentukan perbuatan pendidikan. Mempelajari metafisika perlu sekali untuk mengontrol secara implisit tujuan pendidikan dan untuk mengetahui bagaimana dunia anak.
Epistemologi (teori pengetahuan) diperlukan karena guru tidak hanya harus mengetahui bagaimana murid belajar, melainkan juga bagaimana murid belajar. Guru harus mengetahui persoalan belajar, karena dapat mengembangkan kurikulum, proses dan metode belajar. Aksiologi (teori nilai) sangat dibutuhkan dalam filsafat pendidikan, karena pendidikan harus menentukan nilai-nilai mana yang akan ditempuh, sebelum kegiatan dilakukan, nilai-nilai mana yang akan dicapai dengan proses pendidikan tersebut, disadari atau tidak, pendidikan akan berhubungan dengan nilai, dan guru seharusnya menyadari akan nilai-nilai tersebut.
Kajian dalam sejarah filsafat menunjukan, bahwa tidak hanya satu filsafat yang kita ketahui, melainkan banyak juga jenis aliran atau pandangan filsafat yang kita temukan. Dalam filsafat kita temukan ada aliran idealisme, realisme, materialisme, pragmatisme, dan sebagainya. Peranan filsafat yang mendasari berbagai aspek pendidikan dan system pendidikan, sudah barang tentu merupakan suatu sumbangan yang sangat berharga dalam pengembangan pendidikan, baik secara teoritis maupun praktis.
Hubungan antara filsafat dan pendidikan dapat ditunjukan dengan adanya kenyataan, bahwa persoalan-persoalan utama dalam filsafat merupakan landasan utama dalam pendidikan. Seperti siapa manusia, mau kemana manusia, untuk apa manusia hidup, akan dijadikan landasan untuk menentukan kebijakan-kebijakan dalam pendidikan.
Menurut Brubacher (1959), terdapat tiga prinsip filsafat yang berkaitan dengan pendidikan, yaitu :
1) Persoalan etika atau teori nilai;
2) Persoalan epistemology atau teori pengetahuan;
3) Persoalan metafisika atau teori hakekat realitas.
Untuk menentukan tujuan pendidikan, motivasi belajar, mengukur hasil, kita akan berhubungan dengan dunia nilai. Persoalan kurikulum akan berkaitan dengan epistemologi, sedangkan pembahasan tentang hakikat realitas, pandangan tentang hakikat dunia dan hakikat manusia khususnya, diperlukan dalam menentukan tujuan akhir pendidikan.
Diatas telah dijelaskan bahwa filsafat pendidikan merupakan aplikasi filsafat terhadap pendidikan, sedangkan filsafat terdiri dari berbagai aliran/mazhab, maka dalam filsafat pendidikan pun kita akan temukan berbagai aliran filsafat pendidikan, selaras dengan aliran yang kita temukan dalam filsafat.
Dalam tulisan ini penulis akan mencoba menguraikan berbagai aliran filsafat pendidikan, diantaranya idealisme, realisme, materialisme, pragmatisme, dan eksistensialisme. Selain itu, akan dibahas pula teori-teori pendidikan yang dilandasi filsafat idealisme, realisme, pragmatisme. Pembahasan ini pada dasarnya merupakan pengembangan pemikiran dari filsafat-filsafat pendidikan di atas. Teori-teori pendidikan tersebut diantaranya esensialisme, progresivisme, dan rekonstruksionisme.
Untuk memahami konsep pendidikan progresivisme dan rekontruksionisme perlu dipahami filsafat dan filsafat pendidikan pragmatisme. Karena, kedua konsep pendidikan tersebut merupakan pengembangan dan modifikasi dari filsafat pendidikan pragmatisme. Dalam mempelajari konsep pendidikan perenialisme perlu dipahami filsafat dan filsafat pendidikan idealism dan realism klasik, serta temisme dan Thomas Aquino. Untuk memahami konsep pendidikan esensialisme juga perlu dipahami dilsafat idealism maupun realisme, karena esensialisme dilandasi oleh filsafat idealisme atau realisme, dan mungkin juga oleh keduanya. Konsep-konsep pendidikan dari berbagai aliran diatas berbeda-beda. Misalnya perenialisme dan esensialisme lahir sebagai reaksi terhadap filsafat pendidikan progresivisme, pragmatisme. Tetapi esensialisme tidak ekstrim menolak progresivisme, berbeda dengan perenialisme. Perenialisme menolak semua pandangan progrevisme.
Dari uraian diatas, kita menyadari betapa beraneka ragamnya filsafat pendidikan. Bagi orang yang berkiprah dalam bidang pendidikan, kiranya perlu untuk memahami berbagai pandangan tentang pendidikan tersebut, untuk menambah dan memperluas wawasan tentang hakikat pendidikan, serta menambah dan memperluas wawasan tentang dunia dan manusia, khususnya anak didik dan peserta didik yang akan menjadi subjek pendidikan. Kita harus mampu melihat apa yang terbaik dari berbagai pandangan tersebut, terutama dalam rangka pengembangan filsafat pendidikan sendiri, yaitu filsafat pendidikan Pancasila.
Kita mempelajari berbagai system filsafat dan filsafat pendidikan, adalah dalam rangka menyempurnakan dan memperluas wawasan system pendidikan nasional yang bersumber dari falsafah bangsa, pandangan hidup bangsa, yaitu Pancasila. Jadi yang penting bagi kita, bagaimana mencari persesuaian di antara berbagai filsafat pendidikan yang berbeda, sesuai dengan pemikiran bahwa Pancasila merupakan falsafah hidup yang terbuka. Mempelajari berbagai filsafat pendidikan tidak harus dengan begitu saja menerapkan kedalam praktik pendidikan di Indonesia. Namun, kita harus dengan kritis (critical) mengkaji aliran mana yang sesuai dan cocok dengan falsafah pendidikan yang bersumber pada Pancasila.


Tidak ada komentar: