Jumat, 25 Desember 2009

Sejarah dan Teori-Teori Sosiologi

PENDAHULUAN 

A. Pengantar
Seorang awam untuk pertama kali mempelajari Sosiologi, sesungguhnya secara tidak sadar telah mengetahui sedikit tentang sosiologi. Selama hidupnya, dia telah menjadi anggota masyarakat dan sudah mempunyai pengalaman-pengalaman dalam hubungan sosial atau hubungan antara manusia. Sejak lahir di dunia, dia sudah berhubungan dengan orang tuanya misalnya, dan semakin meningkat usianya, bertambah luas pulalah pergaulanya dengan manusia lain didalam masyarakat. Dia juga menyadari bahwa kebudayaan dan peradaban dewasa ini merupakan hasil perekembangan masa-masa yang silam. Secara sepintas lalu dia pun mengetahui bahwa didalam di berbagai hal dia mempunyai persamaan-persamaan dengan orang-orang lain, sedngkan dalam hal-hal lain dia mempunyai sifat-sifat yang khas berlaku bagi dirinya sendiri sehingga berbeda dengan orang lain. Semuanya merupakan pengetahuan yang bersifat sosiologis karena ikut sertanya dia didalam hubungan –hubungan sosial dalam membentuk kebudayaan masyarakatnya dan kesadaran akan adanya persamaan dan perbedaan dengan orang-orang lain memberikan gambaran tentang objek yang di pelajarinya yaitu sosiologi. Akan tetapi, semuanya itu belum berarti bahwa dia merupakan seorang ahli sosiologi. Pasati dia belum mengetahui dengan sesungguhnya apakah ilmu itu. Oleh karena itu, akan di tinjau terlebih dahulu apakah sosiologi tersebut.
 Sosilogi merupakan suatu ilmu yang masih muda, walaupun telah mengalami perkembangan yang cukup lama. Sejak manusia mengalami kebudayaan dan perbedaan, masyarakat manusia sebagai proses pergaulan hidup telah menarik perhatian. Awal mulanya, orang-orang yang meninjau masyarakat hanya tertarik pada kasalah-masalah yang menarik perhatian umum, seperti kejahatan, perang, kekuasaan golongan yang berkuasa, keagamaan, dan lain sebagainya. Dari pemikiran serta penilaian yang demikian itu, orang kemudian meningkat pada filsafat, kemasyarakatan, dimana orang menguraikan harapan-harapan tentang susunan serta kehidupan masyarakat yang diingini atau yang ideal. Dengan demikian, timbullah perumusan nilai-nilai dan kaidah-kaidah yang seharusnya di taati oleh setiap manusia dalam hubungannya dengan manusia lain dalam satu masyarakat. Yang di maksud untuk menciptakan kehidupan yang bahagia dan damai bagi semua manusia selam hidup di dunia ini. 
Hal tersebut merupakan idaman manusia dikala itu yang pada umumnya bersifat utopis. Artinya, orang harus mengakui bahwa nilai-nilai dan kaidah-kaidah masyarakat yang di idam-idamkanya itu tidak terlalu sesuai dengan kenyataan yang ada di dalam masyarakat pada suatu waktu yang tertentu. Perbedaan yang tidak jarang menimbulakan pertentangan antara harapan dengan kenyataan memaksa para ahli pikir untuk mencarai penyebab-penyebabnya dengan jalan mempelajari kenyataan-kenyataan didalam masyarakat, sehingga timbul berbaai macam teori tentang masyarakat. Lambat laun teori-teori tersebut di pelajari dan di kembangkan secara sistimatis dan netra, terlepas dari hrapan-haran pribadi para serjana yang mempelajarinya dan juga dari penilaian baik atau buruk mengenai gejala-gejala atau unsure yang di jumpai didalam tubuh masyarakat itu sehingga timbullah ilmu pengetahuan mengenai masyarakat.
Filsafat biasanya di pandang sebagai induk ilmu pengetahuan atau ilmu pengetahuan yang umum. Pythagoras menyatakan dirinya sebagai cinta kebijaksanaan karena kata “philein” (bahasa yunani) adalah cinta “Sophia” merupakan kebijaksanaan. Filsafat dicari untuk kebijaksanaan dan kebijaksanaan dicarikan. Asal usul filsafat merupakan penjelasan rasional secara semuanya. Prinsip-prinsip atau asas-asas yang di jelaskan terhadap semua fakta adalah filsafat. Dengan demikian, walaupun filsafat merupakan indul pengetahuan, filsafat berbeda dengan ilmu pengetahuan. 
Selanjutnya, filsafat merupakan asas-asas dari eksistensi dan yang menduga kenyataan yang terpenting. Kala itu, filsafat adalah ilmu tentang ilmu pengetahuan, kritik dan sistematika pengetahuan penyempulan ilmu pengetahuan empiris pengajaran rasional, akal pengalaman, dan seterusnya. Dengan demikaian, filsafat mencakup ontology, deontologi, epistemology, dan aksiologi. Ontology yang menjadi cabang filsafat tentang sifat kenyataan riil dan deontologi adalah sifat kenyataan idil. Epistemology merupakan dasar-dasar batas-batas pengetahuan. Sementara itu, aksiologi adalah evaluasi atau penilaian dasar-dasar dan kenyataan.



GAMBARAN RINGKAS TENTANG 
SEJARAH TEORI-TEORI SOIOLOGI

1. Apakah Teori
 Suatu teori pada hakikatnya merupakan hubungan antara dua fakta atau lebih, atau pengaturan fakta menurut cara-cara tertentu. Fakta tersebut merupakan suatu yang dapat diamati dan pada umumnya dapat diuji secara empiris. Oleh sebab itu, dalam bentuknya yang sangat sederhana, suatu teori merupakan hubungan antara dua fariabel atau lebih, yang telah diuji kebenaranya. Suatu variable merupakan karakteristik dari orang-orang, benda-benda, sepreti misalnya, usia, jenis kelamin, dan lain sebagainya.
 Di bawah iniakan diberikan suatu gambaran atau diskripsi tentang perkembangan teori-teori sosiologo. Hal ini berbeda dengan gambaran tentang perkembangan sosisologi dari sudut teoritis. Suatu gambaran tentang perkembangan sosiologi dari sudut teoritis akan dapat memberikan petunjuk-petunjuk tentang bagaimana mengendalikan perkembangan sosiologi pada masa-masa mendatang.gambaran tersebut lebih tepat apabila diberikan di dalam suatu buku, yang secara khusus membahas perkembangan teori-teori sosoilogi. Selanjutnya di uraikan secara garis besar dan secara kronologis, beberapa teori sosiologi yang menonjol, yang pada umumnya berasal dari cendekiawan Barat. 

2. Perthatian terhadap Masyarakat Sebelum Comte
 Masa Auguste Coe dipakai sebagai patokan karena sebagaimana dinyatakan di muka comte yang pertama kali memakai istilah atau pengertian sosiologi. Sosiologi dapatlah dikatakan merupakan suatu ilmu pengetahuan yang relatif mudah usianya karena baru mengalami perkembangan sejak masanya Comte tersebut. Akan tetapi, dilain pihak, perhatian-perhatian serta pikiran-pikiran terhadap masyarkat manusia telah dimulai jauh sebelum masa Comte. 
 Seorang filsuf Barat yang untuk peretama kalinya menelahah masyarakat secara sistematis adalah Plato (429-347 SM), seorang filsuf Rumawi, sebetulnya Plato bermaksud untuk merumuskan suatu teori tentang bentuk Negara yang dicita-citakan, yang organisasinya didasarkan pada pengamatan kritis terhadap sistem-sistem sosial yang ada pada zamanya. Plato menyatakan bahwa masyarakat sebenarnya merupakan refleksi dari manusia perorangan. Suatu masyarakat akan mengalami kegocangan, sebagaimana halnya manusia perorangan yang terganggu keseimbangan jiwanya yang terdiri dari tiga unsure yaitu nafsu, semangat dan intelegensi. Intelegensi merupakan unsur pengendali, sehingga suatu Negara seyigyanya juga merupakan refleksi dari ketiga unsur yang berimbang atau serasi tadi.
 Dalam jalan menganalisis lembaga-lembaga di dalam masyarakat, Plato berhasil menunjukkan hubungan fungsional anatara lembaga-lembaga tersebut yang pada hakikatnya merupakan suatu kesatauan yang menyeluruh. Dengan demikian, Plato berhasil merumuskan suatu teori organis tentang masyarakat, yang mencakup bidang-bidang kehidupan ekonomis dan sosial. Suatu unsure yang menyebabkan masyarakat berdinamika adalah adanya sistem hukum yang identik dengan moral karena didasartkan kepada keadilan. 
 Aristiteles (348-322 SM) mengikuti sistem analisis secara organis daeri Plato. Di dalam bukunya Politics, Aristoteles mengadakan suatu analisis mendalamterhadap lemabag-lewmbaga politik dalam masyarakat. Pengertian politik digubnakannya dalam arti luas mencakup juga berbagai masalah ekonomi dan sosial. Sebagaimana halnya dengan Plato, perhatian Aristoteles terhadap biologi telah menyebabkannya mengadakan suatu analogi antara masyarakat dengan organisme biologis mansuai. Di samping itu, Aristoteles menggaris bawahi kenyataan bahwa basis masyarakat adalah moral (etika dalam arti yang sempit).
 Pada khir abad peretengahan muncul ahli filsafat Arab, Ibn Khaldun (1332-1406) yang mengemukakan beberapa prinsip pokok untuk menafsirkan kejadian-kejadian sosial dan peristiwa-peristiwa dalam sejarah. Prinsip-prinsip yang sama akan akan dapat dijumpai bila ingin mengadakan analisis terhadap timbul dan tenggelamnya Negara-negara. Gejala-gejala yang sama akan terlihat pada kehidupan masyarkat-masyarakat pengembara dengan segala kekuatan dan kelemahan-kelemahan. Faktor yang menyebabkan bersatunya manusia di dalam suku-suku klan, Negara dan sebagainya adalah rasa solidaritas. Faktor itulah yang menyebabkan adanya ikatan dan usaha-usaha atau kegaitan-kegiatan bersama antara manusia.
 Pada zaman renaissance (1200-1600), tercatat nama-nama seperti Thomas More dengan Utopia-Nya dan Cantanella yang menulis City Of the sun. mereka masih sangat terpengaruh oleh gagasan-gagasan terhadap adanya masyarakat yang ideal. Berbeda dengan mereka adalah N. Machiavelli (terkenal dengan bukunya II Principe) yang mengalisis bagaima mempertahankan kekuasaan. Untuk pertama kalinya politik dipisahkan dari moral sehingga terjadi suatu pendekatan yang mekanis terhadap masyarakat. Pengaruh ajaran Machiavelli antara lain suatu ajaran bahwa teori-teori politik dan sosial memutuskan perhatian mekanisme pemerintahan. 
 Abad ke-17 ditandai dengan munculnya tulisan Hobbes (1588-1679) yang berjudul The Leviathan. Inti ajaranya di ilhami oleh hukum alam, Fisika, dan Matematika. Dia beranggapan bahwa dalam keadaan alamiah, kehidupan manusia didasarkan pada keinginan-keinginan yang mekanis sehingga menusia saling berkelahi. Akan tetapi, mereka mempunyai pikiran bahwa hidup damai dan tentram adalah jauh lebih baik. Keadaan semacam itu baru dapat tercapai apabila mereka mengadakan suatu perjanjian atau kontrak dengan pihak-pihak yang mempunyai wewenang, yaitu pihak yang akan dapat memelihara ketentraman. Supaya keadaan damai tadi terepelihara, orang-orang harus sepenuhnya memathi pihak yang mempunyai wewenang tadi. Dalam keadaan demikianlah masyarakat dapat berfungsi sebagaimana mestinya.
 Dapatlah dikatakan bahwa alam pikiran abad ke 17 tadi masih dapat ditandai oleh anggapan-anggapan bahwa lembaga-lembaga kemasyarakatan terikat pada hubungan-hubungan yang tetap. Hanya saja perlu dicatat bahwa sebagai akibat dari keterangan-keterangan yang diperoleh dari para pengembara dan misionaris, mulai tumbuh anggapan-anggapan tentang adanya relativitas atas dasar lokalitas dan waktu. 
 Walaupun ajaran-ajaran pada abad ke 18 masih bersifat nasionalitas, sefitnya yang dogmatis sudah agak berkurang. Pada abad ini muncullah anatara lain ajaran John Lock (1632-1704) dan J.J Rousseau (1712-1778) yang masih berpegang pada konsep kontrak sosial dari Hobbes. Menurut Lock, manusia pada dasarnya memiliki hak-hak asasi yang berupa hak untuk hidup, kebebasan dan hak atas harta benda. Kontrak antara warga masyarakat dengan pihak yang mempunyai wewenang sifatnya atas dasar factor pamrih. Nila pihak yang mempunyai wewenang tadi gagal untuk memenuhi syarat-syarat kontark warga-warga masyarakat bethak untuk memilih pihak lain.
 Rousseau anatar lain berpendapat bahwa kontrak anatara pemerintah dengan yang diperintah menyababkan tumbuhnya suatu kolektivitas yang mempunyai keinginan-keinginan sendiri, yaitu keinginan umum. Keinginan umum tadi berbeda dengan keinginan masing-masing individu.
 Pada awal abad ke-19, muncul ajaran-ajaran lain diantaranya Saint-Simon 91760-18250 yang terutama menyatakan bahwa manusia hendaknya dipelajari dalam kehidupan berkelompok. Di dalam bukunya yang berjudul Miemoirs sur la Science de I’home, dia menyatakan bahwa ilmu politik merupakan suatu ilmu yang positif. Artinya, masalah-masalah dalam ilmu politik hendaknya di analisis dengan metode-metode yang lazim di pakai terhadap gejala-gejala lain. Dia memikirkan sejarah sebagai fisika sosial. Sosiologi sangat mempengaruhi ajaran-ajaranya mengenai masyarakat. Masyarakat bukanlah semata-semata suatu kumpulan orang belaka yang tindakan-tindakannya tidak mempunyai sebab, kecuali kemauan masing-masing. Kumpulan tersebut hidip karena didorong oleh orang-orang tertentu yang menggerakan manusia untuk melakukan fungsi-fungsi tersebut. 

3. Sosiologi Auguste Conte (1798-1853)
 Auguste conte yang pertama-tama memakai istila “sosiologi” adalah orang pertama yang membedakan antara ruang lingkup dan isi sosiologi dari ruang lingkup dan isi ilmu-ilmu pengetahuan lainya. Dia menyusun suatu sistimatika dari filsafat sejarah dalam kerangka tahap-tahap pemikiran yang berbeda-berbeda. Menurut Comte ada tiga tahap perkembangan intelektual, yang masing-masing merupakan perkembangan dari tahap sebelumnya. Tahap pertama dinamakanya tahap teologis atau fiktif, yaitu suatu tahap dimana manusia menafsirkan gejala-gejala di sekelilingnya secara teologis, yaitu dengan kekuatan-kekuatan yang di kendalikan 


PENUTUP

 Hal-hal yang di ceritakan di atas merupakan sebagian kecil dari masalah-masalah yang di hadapi dalam pendidikan anak dan remaja, yang berasal dari rumah, lingkungan permainan anak dan remaja itu, maupun sekolahnya. Didalam menelehaan masalah-masalh tersebut seyoknya diadakan pemisahan yang tegas antar pengaruh yang negative dan positif tergadap motifasi dan keberhasilan studi, walaupun hal itu tidak mungkin sesuai dengan nilai-nilai yang di anut orang tua.


Tidak ada komentar: